Desakita.co – Mandiri, cerdas, dan beruntung, begitu gambaran sosok Rosmalia Dita Nugraheni.
Warga Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang ini kini tengah berjuang menyelesaikan studi S3-nya di di Australian Nasional University (ANU).
”Saya selalu teringat pesan orang tua yang hanya mampu menyekolahkan anaknya hingga S1 saja, sehingga jika kami ingin lanjut studi maka harus berusaha sendiri,” kata Dita, sapaan akrabnya.
Setelah lulus dari SMAN 2 Jombang, Dita melanjutkan studi S-1 di jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM.
Ia meraih beasiswa prestasi akademik dari kampusnya.
Kemudian ia melanjutkan pendidikan S2 di jurusan Petroleum Geoscience Department, Faculty of Geoscience and Petroleum Engineering Universiti Teknologi Petronas, Malaysia dengan beasiswa penuh dari kampus.
Dan sekarang tengah menempuh S3 pada jurusan Research School of Earth Science, College of Sciences (COS), Australian Nasional University (ANU) kembali mendapatkan beasiswa Australia Award juga menggunakan Scholarship/AAS.
Ia memilih Australia karena jaraknya relatif dekat dengan Indonesia, sehingga memungkinkan suaminya untuk sering berkunjung.
”Saya memahami bahwa ketika sudah menikah ada batasan – batasan yang harus didiskusikan dengan pasangan, termasuk ketika harus melanjutkan studi,” jelas wanita yang suka traveling dan memasak itu.
Awalnya suaminya Dedi Sunjaya tak merestuinya kuliah di luar negeri.
Namun, ia tetap mempersiapkan diri dan mental untuk mencari beasiswa.
Untuk mendapatkan beasiswa AAS, ia harus bersaing dengan ribuan pelamar lain.
Sekali mencoba ia langsung sukses.
”Setelah saya dinyatakan lolos, baru saya tanya kembali kepada suami, alhamdulillah disetujui dan didukung untuk kuliah di Australia,” jelas.
Dita yang memiliki karakter dinamis dan visioner begitu menyukai dengan pengalaman barunya.
Dari sisi iklim, ada empat musim, salah satu yang tidak ditemui di pulau Jawa adalah hujan salju.
Bisa menjumpai hewan endemik Australia, serta fasilitas penelitian yang canggih.
”Yang ke depannya akan bisa dikolaborasikan dengan institusi tempat saya bekerja,” jelasnya.
Beasiswa AAS tidak ada batasan umur, tidak harus mendapat LOA (Letter of Acceptance) dari kampus yang dituju dahulu dan menawarkan biaya kuliah gratis secara penuh.
Beasiswa biasanya dibuka sekitar Februari sampai April.
Yang perlu disiapkan adalah mengisi data diri dan portofolio bentuk esai pada laman beasiswa https://oasis.dfat.gov.au/Function/Home/Default.aspx. mempersiapkan dokumen tambahan seperti transkrip nilai, ijazah S1 dan S2. Akta lahir, rekomendasi dosen dari kampus asal.
”Dua orang diupayakan profesor dari kampus awal,” jelas peremmpuan kelahiran Jombang, 11 Januari 1986 tersebut.
Mempersiapkan CV dengan mencantumkan publikasi yang relevan, nilai IELTS, dan passport.
Esai yang harus diisi adalah alasan memilih jurusan dan kampus, kontribusinya terhadap karir jika lanjut studi, dan lain sebagainya.
”Kunci penting agar essay bisa lolos adalah membuat tulisan yang apa adanya sesuai jati diri kita, tidak perlu mengada ada maupun nyontek pendapat dari orang lain,” jelasnya.
Jika lolos dari tahap seleksi awal, akan dilanjutkan dengan tes IELTS dan wawancara.
Untuk S2 wawancara seputar yang telah ditulis di CV dengan dua orang penilai, sedangkan untuk S3 harus mempresentasikan topik penelitiannya di hadapan empat panelis, dua orang Indonesia yang merupakan professor atau doktor dan dua orang tim AAS, selama 10 menit dilanjutkan dengan tanya jawab 20-30 menit.
Menurutnya, hal penting yang perlu dipersiapkan sejak awal adalah nilai TOEFL/IELTS.
Biasanya di negara-negara Eropa, Amerika, dan Australia lebih banyak menggunakan IELTS.
Yang kedua, sering googling dengan cek website kampus yang dituju.
Tujuannya untuk menyesuaikan minat.
Ketiga, motivasi yang kuat untuk belajar di luar negeri. Keempat, adalah dana cadangan, meski sudah didukung dengan beasiswa, dana cadangan dinilai sangat penting untuk mempersiapkan proses keberangkatan.
Dita sudah terbiasa hidup mandiri dan jauh dari keluarga.
Di tempat baru sejak 2022, ia tetap harus beradaptasi dengan cuaca dan suhu di tempat tinggal barunya di 9 Watkin St, Bruce, ACT, Canberra.
”Kadang ya kangen rumah, tapi diobati dengan video call kadang menyibukkan diri dengan aktivitas menyenangkan seperti memasak, shopping,” tambahnya.
Dua hal yang menurutnya adalah culture shock yang cukup berat yaitu adaptasi dengan musim dingin, dan budaya pergaulan di tempat ia tinggal sekarang.
Setelah putri pasangan Rudiarso Tri Sulistyo dan Mukhlis Khoiriyati menamatkan pendidikannya di Australia, ia bakal kembali ke Indonesia, kembali menjadi dosen di Universitas Trisakti Jakarta.
Di Canberra, ia tidak hanya belajar, tapi juga mengajar.
Dita memiliki pekerjaan casual, yaitu mengajar bahasa Jawa. Peminatnya di sana cukup banyak, yaitu orang-orang keturunan Jawa yang lama menetap di negara lain.
”Murid saya ada yang kebangsaan Singapura dan orang Indonesia yang tinggal di Amerika dan Australia serta saat ini bekerja di Canberra,” jelas alumnus, SDN Kepanjen 2, SMPN 2 Jombang ini.
Tinggal di Australia, Dita pernah meraih penghargaan Awardee Grant of Alexander and Memorial Wanek dari American Association of Petroleum Geologists. (wen/naz/ang)