Pemerintahan

Minim Sosialisasi, Pemerintah Desa di Jombang Ini Keluhkan Aplikasi Coretax

×

Minim Sosialisasi, Pemerintah Desa di Jombang Ini Keluhkan Aplikasi Coretax

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Coretax (Radar Tulungagung)

Desakita.co – Penerapan aplikasi Coretax atau sistem perpajakan terintegrasi yang dikembangkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jombang menuai keluhan dari sejumlah pemerintahan desa (pemdes).

Sebagian pemdes masih kebingungan menggunakan aplikasi lantaran sosialisasi dinilai masih minim. Dampaknya pemdes waswas melakukan transaksi pengadaan barang.

Supriaji, Kepala Desa Carangrejo, Kecamatan Kesamben menerangkan, aplikasi Coretax menjadi hal yang baru bagi desa. Sebab, baru saja diterapkan pada tahun anggaran 2025.

”Sehingga baik SDM (sumber daya manusia) ataupun faktor lain harus benar-benar siap untuk memulainya, jadi penerapannya ini tidak semudah dengan teori,” kata Supriaji.

Di antaranya berkaitan pengadaan barang di desa. Di mana dalam tahapannya terdapat potongan PPN (pajak pertambahan nilai).

Dalam penerapan Coretax, harus ada faktur pajak dari pihak toko atau suplier.

”Sedangkan di desa lain informasinya masih bisa dicairkan, tetapi pakai cara lama atau menggunakan DJP (Direktorat Jenderal Pajak) tidak pakai faktur. Sehingga potongan pajak (PPN) tidak ter-record di Coretax.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Dirikan 70 ribu Koperasi Desa, Kementrian Koperasi: Upaya Perkuat Ekonomi Desa

Ini kan sama halnya tidak bayar pajak (PPN),” imbuh dia.

Sehingga, untuk sementara ini desa masih maju-mundur melakukan pengadaan barang. ”Muncul bahasa, ketika tidak ada realisasi pencairan, maka kantor desa bisa-bisa bulan ini ditutup saja,” ujar Supriaji.

Kedua, berkaitan pemotongan PPN yang disebutnya masih simpang siur.

”Istilahnya untuk PPN ini katanya dipotong 12 persen, ternyata ketika dihitung nilai yang dipotong 11 persen. Ada yang bingung khawatir ini salah dan sebagainya,” tutur dia.

Ketiga, berkaitan pelaporan. Menurut Supriaji, ketika sudah melakukan pembayaran pajak, maka setiap bulannya desa diminta untuk melaporkan.

”Ketika tidak laporan, maka akan dikenakan denda. Ini yang membuat kami di desa khawatir,” ujar Supriaji.

Karena itu, dia mendorong adanya fasilitasi baik dari Pemkab Jombang maupun pihak perpajakan. Sehingga di setiap desa bisa menerapkan aplikasi itu dengan benar.

”Kami mendorong adanya bimtek ataupun fasilitasi, supaya dari desa satu dengan desa lain ini penafsiran aplikasi itu sama.

Tidak ada yang punya tafsir sendiri-sendiri,” ujarnya.

Diakui, pihaknya sebelumnya sudah menerima undangan sosialisasi ataupun bimbingan teknis (bimtek). Nmaun, dalam perkembangannya bimtek diundur.

Baca Juga: Pemerintah Bakal Dirikan 70 Ribu Koperasi Desa, Wamendagri: Perputaran Dana Desa Bisa Capai Rp 7 Miliar

”Dari KPP Pratama sebenarnya menjadwal di Kecamatan Kesamben besok (hari ini), ternyata digeser minggu depan di Jombang, itupun setiap desa hanya satu perwakilan,” ujar dia.

Diharapkan, bimtek dihelat di setiap kecamatan, karena dinilai lebih efektif. Peserta bimtek setiap desa tidak hanya satu orang perwakilan saja.

”Jadi ini barang baru dan butuh pendampingan, terutama ada beberapa yang masih miskomunikasi. Fasilitasi atau bimtek ini harapannya per kecamatan saja, agar lebih efektif,” kata Supriaji.

Hal yang sama diungkapkan Erwin Pribadi. Kades Kepatihan, Kecamatan Jombang mengatakan, Coretax merupakan hal yang baru bagi desa tahun ini.

”Teman-teman di desa lain ada kesulitan ini wajar, karena Coretax ini sesuatu hal yang baru. Apalagi ini mengarah ke SDM desa,” kata Erwin.

Terlebih dalam penerapan itu langsung dilakukan tahun ini. Harusnya, menurut dia persiapan dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya. ”Harusnya ini berjenjang, tidak mendadak langsung tahun ini,” imbuh dia.

Di Kepatihan menurut Erwin, saat ini sudah tak ada problem. ”Secara teknis teman-teman bendahara desa yang ikut bimbingan tidak ada kendala, jadi saya rasa sekarang masih aman,” kata Erwin. (fid/naz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *