Desakita.co – Dusun Cupak, Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan dikenal sebagai daerah penghasil arang. Sejak dulu, banyak warga yang tinggal di wilayah utara Sungai Brantas ini menekuni usaha pembuatan arang. Hingga kini usaha tradisional yang sudah turun-temurun lintas generasi ini masih eksis.
Salah satunya perajin arang yang hingga kini masih eksis, yakni Suja’I, 55,. Usaha ini telah dijalani sejak lama, kisaran 2000-an. ”Dulu saya ikut orang bikin arang, lama-lama buka sendiri di rumah. Sekarang masih jalan terus,” ujar Suja’i.
Menurutnya, tidak semua jenis kayu bisa menghasilkan arang yang bagus. Ia biasanya memilih bahan dari kayu angsana hingga kayu jati. ”Kalau kayunya lunak seperti pohon randu tidak bisa. Arangnya jelek. Saya biasanya pakai kayu dari pohon angsana, mangga, dan jati, campur-campur pokoknya,” imbuh dia.
Kayu-kayu tersebut sebagian besar dibeli dari tengkulak lokal. Namun, ada juga pasokan dari luar daerah. Seperti Madura dan Tuban untuk jenis kayu asem. ”Kayu asem ini sudah dari luar kota semua. Karena di sini sekarang sudah sulit dapatnya,” ujarnya.
Pembuatan arang diawali dengan memasukkan potongan kayu ke dalam jubong atau sebuah tungku besar yang ia buat sendiri untuk tempat pembakaran. Setelah itu, seluruh kayu dibakar selama kurang lebih 10 hari secara terus-menerus. ”Tandanya kayu matang itu bisa dilihat dari cerobong sudah tidak keluar asap lagi. Itu artinya arang sudah jadi,” tutur Suja’i. Setelah matang, arang disiram air untuk memadamkan bara, kemudian dijemur selama dua hari sebelum dikemas ke dalam karung.
Dalam hal pemasaran, Suja’i mengungkapkan, biasanya arang miliknya langsung diambil oleh juragan atau pengepul. ”Kita sudah punya juragan masing-masing. Jadi tinggal kirim saja,” katanya.
Menariknya, arang-arang hasil produksi warga Cupak ini tak hanya dijual di dalam negeri. Beberapa jenis arang seperti dari kayu angsana dan asem bahkan diekspor ke luar negeri. ”Biasanya setelah dikirim ke juragan itu ada yang dipacking dikirim ke Arab Saudi,” ujar dia.
Meski menghadapi tantangan bahan baku, usaha pembuatan arang di Desa Cupak tetap bertahan dan menjadi salah satu penggerak ekonomi warga setempat. Suja’I mematok harga bervariasi, tergantung dari jenis kayu. Arang dari kayu angsana miliknya dibeli pengepul seharga Rp 3.000 per kilogram. Sementara arang dari kayu jati dihargai Rp 2.500 per kilogram. ”Kayu asem ini biasanya paling mahal bisa mencapai Rp 4.000 per kilogram, cuma saya sudah jarang gunakan kayu asem,” kata Suja’i. (fid/naz)