Desakita.co – Di sisi lain, Pemkab Jombang terlena dengan mengandalkan PAD yang bersumber dari parkir berlangganan.
Beberapa sektor lain seperti pasar terabaikan sehingga banyak dikelola masyarakat.
Di Pasar Cukir Diwek misalnya, area parkir justru dikelola pihak lain dan bukan mengatasnamakan Pemkab Jombang.
Padahal, di Pasar cukir terdapat empat tempat fasilitas parkir kendaraan.
Meliputi dua titik kendaraan roda dua dan roda empat di area depan.
Sisanya berada di belakang dan samping. Seluruhnya dikelola pihak luar pasar.
Pembantu pemungut retribusi Pasar Cukir Purwanto, menjelaskan untuk sementara memang tidak ada retribusi dari tempat parkir.
”Jadi ada empat lokasi parkir, seluruhnya bukan kami yang mengelola,” katanya.
Dua titik lokasi itu, lanjut dia, berada di area depan atau di pinggir jalan yang dikelola warga setempat.
”Di situ karena lahan milik PT KAI,” imbuh dia.
Selanjutnya, di sekitar pasar yang dikelola pemdes dan milik perorangan.
”Baik untuk pedagang ataupun pembeli,” ujar Purwanto.
Menurutnya, pemkab tak memberikan fasilitas parkir lantaran terkendala lahan yang dinilai terlalu sempit.
Lahan milik pemkab sudah berdiri banyak bangunan berupa kios.
”Lahannya di sini tidak ada, karena sebelah selatan sudah ikut desa, sementara di depan atau pinggir jalan (lahan) ikut PT KAI,” bebernya.
Terpisah, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagrin) Jombang Suwignyo, melalui Kabid Sarana Perdagangan dan Barang Pokok Penting Yustinus Harris Eko Prasetijo, tak menampik hanya di Pasar Cukir yang tidak ada sumber pendapatan dari retribusi parkir.
”Hampir semua pasar ada, seperti PCN, Pasar Pon, Tunggorono, Pasar Ploso, Pasar Perak, kalau di Pasar Cukir bukan ikut kita,” katanya.
Rata-rata, parkir di dalam pasar menjadi kewenangannya.
”Kami yang menangani dan kita serahkan ke pihak ketiga sebagai pengelola,” imbuh dia.
Sejauh ini, sudah ada kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengelola retribusi parkir.
”Mereka membayar setoran sesuai dengan potensinya berapa, jadi disesuaikan MoU berapa yang harus disetorkan ke kas daerah,” tutur Harris.
Ia menyampaikan, setiap pasar memiliki potensi pendapatan berbeda. Terkecuali di lokasi tertentu yang ikut parkir berlangganan.
“Seperti Pasar Pon hanya di dalam pasar saja yang ikut Disdagrin,” bebernya.
Meski dikelola pihak ketiga, namun besaran tarif tetap menyesuaikan dengan kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun roda empat dan truk untuk bongkar muat.
”Sudah ada Perda 13/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, misalnya sepeda motor Rp 2.000 per unit per hari,” tambahnya.
Berdasar Perda 13/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Disdagrin Jombang menangani layanan tempat parkir khusus di luar badan jalan.
Untuk lima jenis kendaraan, meliputi sepeda Rp 1.000, sepeda motor Rp 2.000, kendaraan roda tiga Rp 3.000, dan kendaraan roda empat Rp 4.000, serta bongkar muat untuk truk Rp 5.000. Satuan seluruhnya dihitung per unit per hari.
Hal sama juga terlihat di Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti Alun alun Jombang, Taman Kebonrojo dan Taman Kebonratu.
Di tiga titik ini tidak ada retribusi parkir. Sejauh ini, pengelolaan parkir dilakukan pihak swasta.
”Memang itu menjadi kewenangan dari DLH. Tapi saat ini belum ada retribusi parikir, jadi masih dikelola masyarakat,” ujar Kepala Bidang Pengolahan Taman dan Ruang Terbuka Hijau DLH Jombang Amin Kurniawan.
Selama dua tahun ini, pihaknya masih berusaha mencari pihak ketiga yang akan mengelola parkir kawasan RTH.
”Sebenarnya ada dua perusahaan swasta yang mengajukan penawaran untuk mengelola parkir,” katanya.
Namun, sampai saat ini belum ada penawaran yang cocok.
Sebelumya ia juga dibantu BPKAD untuk mengappraisal potensi parkir kawasan RTH.
“Jadi penawarannya nanti harus di atas nilai appraisal tersebut,” ungkapnya.
Saat ditanya berapa nilai appraisal dari pengelolaan parkir di RTH tersebut. Amin mengaku tidak hafal.
”Tidak sampai Rp 500 juta per tahun. Nanti saya lihat pastinya berapa,” bebernya.
Meski begitu, dirinya menargetkan untuk pengelolaan parkir RTH akan diselesaikan tahun ini.
Atau mungkin ada opsi lain dengan mengelola sendiri.
“Tapi ini perlu pembahasan lagi ke depan. Tahun ini kami upayakan bisa selesai,” pungkas Amin. (fid/bin/ang)












