Desakita.co – Tingginya kasus anak menikah di bawah umur memantik keprihatinan aktivis pemerhati anak di Jombang.
Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LP2A) Kabupaten Jombang menduga pemicunya dari pergaulan bebas di kalangan remaja.
Karenanya, LP2A mendorong pemkab melalui dinas terkait juga kemenag melakukan langkah-langkah konkret.
”Tentu kami prihatin dengan fenomena ini. Setiap tahun mencapai ratusan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (6/2) kemarin.
Dikatakan, angka 359 anak yang mendapat dispensasi nikah dari Pengadilan Agama (PA) Jombang, apabila dikomparasikan angka kasus kekerasan seksual di kepolisian hampir sama.
”Karena muaranya ada di PA,” ungkapnya.
Berdasarkan pengalaman melakukan pendampingan kasus anak, sebagian besar anak di bawah umur yang kemudian mengajukan dispensasi nikah disebabkan faktor pergaulan bebas.
”Hampir 90 persen lebih itu rata-rata hamil di luar nikah. Sisanya itu takut zina,” bebernya. Padahal, menurut Sholahudin, anak usia di bawah 19 tahun apalagi di bawah 15 tahun itu belum siap untuk memikul beban rumah tangga.
Sehingga, penyebab terbesar angka perceraian juga meningkat tajam. Selain itu, kehamilan di usia mereka juga merupakan kehamilan rentan. ”Usia tersebut belum siap untuk memikul rumah tangga. Mulai dari mental, ekonomi dan lain sebagainya,” bebernya.
Selain meningkatnya angka perceraian, angka kekerasan di rumah tangga juga pastinya akan meningkat. ”Ini menjadi pekerjaan untuk pemerintah untuk mengedukasi anak-anak.
Menjadi tanggung jawab Kemenag maupun dinas pendidikan (dinas pendidikan dan kebudayaan, Red), untuk terus mengedukasi peserta didiknya agar tidak melakukan hal-hal yang berisiko.
”Paling tidak dengan sering dilakukan edukasi, anak-anak ini bisa mengerti terkait risiko-risiko pergaulan bebas,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, angka pernikahan dini di Kabupaten Jombang masih tinggi.
Hal ini terlihat dari ratusan pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama (PA) Jombang.
Sepanjang 2023 pengajuan dispensasi nikah tercatat mencapai 360 perkara. Mirisnya, dispensasi nikah itu mayoritas diajukan lulusan SMP, bahkan empat di antaranya usianya di bawah 15 tahun.
”Yang mengajukan ada 360 perkara, tapi perkara yang diputus 359. Atas beberapa pertimbangan, satu permohonan tidak dikabulkan,” kata Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Jombang Chafidz Syaifuddin.
Chafidz menerangkan, dari 360 pengajuan dispensasi yang masuk, empat di antaranya usianya di bawah 15 tahun, sedangkan rentang usia 15-19 tahun mencapai 256 anak.
UU Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada pasal 7 ayat 1 disebutkan jika usia minimal untuk menikah baik laki-laki maupun perempuan sama, yaitu 19 tahun.
”Kalau dulu kan yang laki-laki minimal 19 tahun, perempuan minimal 16 tahun, sekarang sama, minimal 19 tahun,” jelasnya.
Mirisnya, mayoritas yang mengajukan dispensasi nikah lulusan SMP. Tercatat pemohon dispensasi nekah lulusan SMP sebanyak 261 anak, , lulusan SMA 55 anak, dan 44 lainnya hanya lulusan SD.
Sementara dari sisi pekerjaan, sebanyak 259 pemohon belum bekerja, dan 101 pemohon lainnya sudah bekerja.
”Pengajuan dispensasi nikah biasanya dilakukan kalau salah satu, atau bahkan dua-duanya tidak memenuhi syarat usia untuk menikah,” tambahnya.(yan/naz/ang)