Uncategorized

Tanaman Layu, Panen Tembakau di Desa Pengampon Jombang Merugi

×

Tanaman Layu, Panen Tembakau di Desa Pengampon Jombang Merugi

Sebarkan artikel ini
Nasib petani tembakau di Desa Pengampon, Kecamatan Kabuh memprihatinkan akibat gagal panen

Desakita.co – Nasib petani tembakau di Desa Pengampon, Kecamatan Kabuh memprihatinkan. Cuaca ekstrem menjadikan banyak tanaman tembakau rusak hingga gagal panen. Diperkirakan Luasan tanaman tembakau yang rusak mencapai ratusan hektare. Petani merugi besar.

Seperti yang terlihat Selasa pagi (29/7), hamparan tembakau yang biasanya hijau dan menjanjikan kini justru memperlihatkan pemandangan yang mengenaskan. Tanaman tembakau tak bisa tumbuh normal. Daun-daun layu dan mengering, batang-batang menghitam, dan pada bagian akar-akar tanaman muncul jamur putih yang menyebar cepat.

Tanaman-tenaman itu nyaris tak bisa diselamatkan. Banyak petani memilih mencabutnya ketimbang menunggu hasil panen yang sia-sia. Usman, 47, salah satu petani setempat, hanya bisa menghela napas panjang saat menunjukkan lahannya yang kini kosong setelah dicabuti tanaman yang mati. ”Ini yang kelima kalinya tanam. Semua gagal,” katanya lirih.

Menurut Usman, musim tanam tembakau tahun ini terdampak kemarau basah yang berkepanjangan. Alih-alih kering seperti umumnya saat musim kemarau, hujan justru masih rutin mengguyur ladang-ladang di Pengampon. ”Tembakau ini tidak cocok hujan. Kalau terlalu lembab, batang cepat busuk, daun menguning dan akhirnya mati,” jelasnya.

Baca Juga:  12 Warga Tak Tertolong Akibat DBD Sepanjang 2024, Terbaru 2 Balita Asal Desa Kepuhrejo dan Jombok Jombang

Padahal, untuk sekali tanam dengan luas 1 hektare, modal yang dibutuhkan tak sedikit. Usman menyebutkan, biaya bisa mencapai antara Rp 20 juta hingga Rp 25 juta. ”Kalau lima kali tanam, sudah berapa ratus juta kami buang sia-sia,” keluhnya.

Ia dan petani lain kini hanya bisa menjual sisa-sisa hasil panen dengan harga yang sangat rendah. ”Biasanya tembakau kering bisa sampai Rp 20 ribu – Rp 30 ribu per kilogram. Sekarang hanya laku Rp 4 ribu. Itu pun tidak semua pengepul mau ambil karena kualitas jelek,” ujarnya.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Pengampon Suwandi mengatakan, dari total luas lahan pertanian sekitar 345 hektare di Pengampon, sebanyak 60 persen atau sekitar 207 hektare ditanami tembakau. Dari angka itu, setengahnya mengalami gagal panen. ”Jadi kurang lebih ada 100 hektare lebih yang tidak bisa dipanen. Ini data dari kelompok tani yang kami himpun sejak pertengahan Juli,” jelas Suwandi saat ditemui di tengah areal pertanian yang terdampak.

Baca Juga:  Pemkab Siapkan Dua Opsi, Soal Polemik Pasar Citra Niaga Jombang Lantai Dua

Menurut Suwandi, kondisi ini sangat memukul petani karena hampir seluruh mata pencaharian warga desa bergantung pada hasil tembakau. ”Tiap tahun mereka mengandalkan tembakau. Bahkan banyak petani yang rela berutang ke tengkulak atau koperasi demi bisa tanam. Sekarang semua hancur,” katanya.

Ia menambahkan, pihak Gapoktan sebenarnya telah berupaya mendampingi petani, baik dalam bentuk edukasi pola tanam maupun saran diversifikasi tanaman. Namun, upaya tersebut tidak berjalan mudah. ”Petani di sini sudah sangat lekat dengan tembakau. Mereka punya semboyan hidup-mati bersama tembakau. Jadi kalau disuruh tanam jagung atau palawija, rata-rata tidak mau,” ujarnya.

Baca Juga:  Tingkatkan Kapasitas dan Pengetahuan PKH hingga Tagana, Dinsos Jombang Gelar Sosialisasi dan Audiensi dengan Pilar Sosial

Desa Pengampon selama ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi tembakau di wilayah Jombang utara. Lahan-lahan di desa ini terkenal cocok untuk tembakau jenis virginia dan raja, yang biasa dipasok ke pabrikan besar di Jawa Timur. Namun, dengan perubahan iklim yang semakin tak menentu, kelangsungan komoditas unggulan desa ini pun mulai dipertanyakan.

Suwandi mengungkapkan bahwa beberapa kelompok tani sudah mulai mempertimbangkan sistem tanam yang lebih adaptif, namun terbentur keterbatasan modal dan pendampingan teknis. ”Kami berharap ada perhatian dari pemerintah. Bukan hanya bantuan saat gagal panen, tapi juga bimbingan agar kami bisa bertahan di tengah cuaca yang makin sulit diprediksi,” tegasnya. (riz/naz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *