DesaKita.co – Sejumlah pemburu burung pipit atau emprit mulai turun gunung. Mereka menjaring burung itu di tengah petak sawah yang tanamannya sudah mulai tumbuh bulir padi. Seperti terlihat di Desa/Kecamatan Ploso, Jombang.
Banyak burung emprit hinggap di pematang sawah. Sebagian petani menganggap burung itu sebagai hama karena yang dituju bulir padi baru tumbuh. Tak pelak, di sebagian titik dipasang jaring atau semacam jala ikan yang berada di atas tanaman padi.
Namun bagi Pardi dan Suparman, warga Desa Watudakon, Kecamatan Kesamben, Jombang berburu burung emprit di pematang sawah tetap diperlukan. Cara pemburu burung emprit ini sama dengan memasang jaring.
Alat utama untuk jaring itu, lanjutnya, semacam jala yang akan dijadikan sebagai perangkap. Alat itu dipasang di samping petak sawah.
”Jadi bukan masang di atas padi, tapi disampingnya,” imbuh dia.
Langkah itu dilakukan agar burung yang terbang langsung tersangkut. Mereka juga menggunakan peluit yang diyakini bisa memengaruhi terbang burung.
”Alat siulan ini untuk menakut-nakuti burung supaya terbang rendah, sehingga terbangnya menyamping,” tutur Pardi.
Harapannya burung bisa tersangkut oleh jaring yang sudah dipasang. ”Biasanya setengah jam dicek,” sahut Suparman. Dalam sehari, rata-rata mrereka bisa mendapat ratusan ekor burung emprit.
”Sebenarnya tergantung cuaca, ketika anginnya tidak berhembus kencang sehari bisa dapat 900 ekor lebih,” tutur dia.
Burung yang didapatkan itu langsung dimasukkan ke dalam kandang. Biasanya sudah ada pengepul yang bakal mengambil ratusan burung emprit tersebut. ”Sekarang ke pengepul dihargai Rp 300 per ekor, ketika sudah panen padi malah turun per ekornya jadi Rp 200,” jelas Suparman.
Sementara itu, Wardiah salah seorang petani mengaku terbantu dengan keberadaan pemburu burung emprit. ”Karena padinya banyak diserang burung emprit,” beber dia.
Sebagian sawah juga dipasang jaring untuk melindungi tanaman dari serangan burung emprit. ”Kalau tidak begitu bisa habis kena burung emprit,” pungkasnya. (fid/bin)