DesaKita.co – Bisnis ayam warna-warni memiliki prospek cukup menjanjikan. Selain elok dipandang, tingkah ayam yang lucu semakin menarik minat pembeli untuk jadi peliharaan di rumah, terutama dari kalangan anak-anak alias bocah kecil (bocil).
Salah satunya digeluti Jumain. Warga Dusun Jungkir, Desa Watudakon, Kecamatan Kesamben, Jombang mengaku sudah puluhan tahun menekuni usaha ini.
”Saya mulai usaha ayam warna-warni sejak 2002, tetapi sebelum itu ada bapak dan kakek saya,” kata Jumain mengawali pembicaraan.
Jumain tak ingat pasti sejak kapan bisnis ayam warna-warni eksis di desanya.
”Tahun 1980-an sudah ada ingat saya,” imbuhnya.
Mulanya, lanjut, Jumain bukan ayam warna-warni, tapi burung pipit. Burung-burung pipit hasil berburu di sawah diwarna-warni kemudian dijual.
”Jadi dulu sebenarnya burung pipit yang diwarnai, perkembangan zaman ada pabrik kelebihan barang (ayam anakan) ditawarkan ke sini, lalu dicoba dijual ecer dan ternyata jalan,” imbuh dia.
Awalnya hanya beberapa warga yang tertarik. Melihat prospeknya cukup menjanjikan, beberapa warga lainnya juga ikut.
”Sekarang lumayan banyak yang usaha ayam warna-warni,” terangnya.
Baca Juga: Diikuti 22 Peserta, Karnaval Mobil Hias Jombang Usung Tema Hamardhika Bhumi Nusantara
Menurut Jumain, permintaan ayam warni-warni cukup tinggi, terlebih di momen agustusan seperti sekarang.
”Dalam sehari biasanya mewarnai hingga 2.500 ekor, dibantu kerabat dan tetangga,” terangnya.
Ayam yang dipakai merupakan ayam jenis broiler atau pedaging yang baru saja menetas. Rata-rata usianya 0-3 hari.
”Hanya anakan ayam jantan saja yang diwarnai. Jadi begitu barang datang kita pilah, yang jantan dan betina kita pisahkan,” terangnya.
Menurutnya, anakan ayam jantan selain lebih lincah juga dari segi fisik dinilai lebih kuat.
”Beda dengan betina itu makan dan minumnya banyak, fisiknya juga tidak kuat. Malah keluar uang banyak untuk merawatnya,” ujar dia diselingi tawa.
Karena saking lamanya menggeluti usaha itu, Jumain dengan mudah membedakan mana anakan ayam jantan dan betina. Biasanya hanya berbekal melihat bulu ayam.
”Dari kostumnya sudah tahu, betina warnanya agak cokelat sedangkan jantan full putih,” tutur Jumain.
Proses pewarnaan juga cukup mudah. Setelah bahan pewarnaan siap, seluruh anakan ayam dimasukkan dalam bak berukuran besar.
Dalam satu bak biasanya berisi 100 ekor yang siap diwarnai.
”Pakai pewarna tekstil atau sumbo, jadi berupa serbuk lalu dikasih air dengan dosis tertentu supaya ayam tidak teler,” lanjut dia.
Proses mewarnai sampai saat ini dilakukan secara manual, menggunakan kuas.
”Ada warna merah, hijau, ungu. Pokoknya warna yang mencolok supaya menarik perhatian anak-anak,” ujar Jumain.
Maklum, konsumen anak ayam warna-warni kebanyakan dari kalangan anak-anak. Proses terakhir seluruh anakan ayam yang sudah diwarnai, diangin-anginkan.
Ini dilakukan agar pewarna yang sudah menempel di setiap bulu bisa cepat kering.
”Waktunya relatif, pokoknya ketika disentuh, warnanya tidak menempel di tangan, baru dimasukkan ke dalam box lagi,” kata Jumain. (fid/naz)