Asal-Usul

Napak Tilas Kenangan Presiden Soekarno di Jombang: Pernah Berkunjung Tiga Kali, Terakhir di Desa Rejoagung Ploso Tahun 1952

×

Napak Tilas Kenangan Presiden Soekarno di Jombang: Pernah Berkunjung Tiga Kali, Terakhir di Desa Rejoagung Ploso Tahun 1952

Sebarkan artikel ini
KUNKER 1952: Presiden Soekarno disambut ribuan massa di Ploso Jombang (dok. Disperpusip Jawa Timur)

Desakita.co – Beberapa hari lagi, tepatnya tanggal 6 Juni, genap 122 tahun yang lalu, salah seorang Pahlawan Proklamator Indonesia yang bernama Soekarno dilahirkan.

Meski selama ini sudah banyak tertulis di buku, koran dan berbagai dokumen lainnya, bahwa tempat lahir Soekarno di Kota Surabaya.

Namun tidak sedikit juga, pihak yang meyakini jika Putra Sang Fajar ini lahir di Jombang.

Tepatnya di Desa Rejoagung Kecamatan Ploso. Begitu juga tanggal kelahirannya ada dua versi yang berselisih satu tahun.

Baca Juga: Catatan Sejarah Bencana Alam Sejak Era Kolonial di Jombang: Desa Sembung Dilanda Banjir Hebat, Hingga Ada Gempa dan Badai 

Ada yang tertulis lahir 6 Juni 1901, ada pula dokumen yang menuliskan lahir 6 Juni 1902.

Bagi  masyarakat Jombang, jejak kenangan Bung Karno di Kota Santri setidaknya ada dua penanda.

Yakni di masa kecilnya saat masih bayi bernama Koesno di Ploso.

Kemudian bersekolah di desa school (sekolah bagi anak pribumi) juga di daerah Ploso.

Yang kedua, saat Bung Karno berkunjung kembali ke kota Jombang sebagai presiden di tahun 1948, 1950 dan 1952.

Baca Juga: Asal-usul Desa Tugusumberjo Peterongan Jombang (1): Muncul Sumber Air Misterius dari Sumur Agung Saat Musim Paceklik 

“Bung Karno sendiri yang menuliskan jika saat kecil dia bersekolah di Ploso,” kata Binhad Nurohmat, salah satu pemerhati sejarah Jombang yang tertarik menelusuri jejak Bung Karno di Ploso Jombang.

Tulisan tangan Bung Karno itu seperti tertera di lembaran Pendaftaran Orang Indonesia Jang Terkemoeka Jang Ada di Djawa tahun 1943 dari sumber Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Bukti lain yang mendukung jika bayi Koesno (nama kecil Bung Karno) dilahirkan oleh Ida Ayu Nyoman Rai Srimben di rumah Rejoagung Ploso adalah jarak rumah tinggal itu yang cukup dekat dengan lokasi sekolah tempat ayah Bung Karno mengajar.

R Soekeni Sosro di Hardjo menjadi Inlandsche onderwijzers atau mantri guru di Tweede Inlandsche School (IS) atau Sekolah Ongko Loro Ploso sejak 28 Desember 1901 hingga tahun 1907.

Baca Juga: Asal-usul Desa Kepuhkembeng, Peterongan Jombang: Dulunya Hutan Pohon Kepuh yang Jadi Langganan Banjir

Berdasar beslit Nomor 16232 yang diteken Direktur Pendidikan, Peribadatan dan Kerajinan Pemerintah Hindia Belanda. Di Ploso inilah Koesno bersekolah di desa school (sekolah desa).

Kutipan sesuai aslinya tulisan Bung Karno itu berbunyi: Moela-2 sekolah desa di Ploso (Djombang). Kemoedian sekolah kelas II di Sidhoardjo. Kemoedian sekolah kelas I di Modjokerto. Kemoedian Europeesche Lagere School di Modjokerto. Diploma tahoen 2576. H.B.S Soerabaja.

Diploma KE tahoen 2581. Setelah dari Ploso, Bung Karno melanjutkan pendidikan ke Mojokerto, Sidoarjo dan Surabaya. Kemudian kuliah di Bandung dan menjadi aktivis yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Setelah menjadi presiden Indonesia sejak 18 Agustus 1945, Bung Karno setidaknya pernah tiga kali berkunjung kembali ke Jombang.

Baca Juga: Mengenang Masa Ramadan dan Lebaran di Jombang Tahun 1928: Sekolah Libur Panjang, Ada Korban Gantung Diri di Desa Pesanggrahan Gudo

Pertama di masa revolusi kemerdekaan. Seperti tertulis di berita koran terbitan 4 Februari 1948:

Pengungsi Tionghoa tidak datang: Pada tanggal 29 Januari 1948, Palang Merah Internasional mengirimkan pesan melalui radio ke Djokja, menyatakan bahwa Palang Merah Internasional sedang menunggu sekelompok pengungsi Tionghoa baru untuk tiba di Mondongan (Modongan Mojokerto) tanggal 2 Februari 1948, menurut seorang rekan divisi Layanan Legercontacten yang dihubungi. Namun, tidak ada pengungsi Tionghoa yang tiba di Mondongan (Modongan Mojokerto) pada 2 Februari 1948. Seperti diketahui koresponden Aneta di Surabaya. Faktanya, pengungsi Tionghoa yang diharapkan di Mondongan (Modongan Mojokerto) kemarin, tidak sampai di sana. Akibat kunjungan Presiden Sukarno ke Djombang.

“Kunjungan kedua ini dilakukan Bung Karno bersama istrinya Fatmawati pada pertengahan Januari 1950,” kata Moch. Faisol, penelusur sejarah Jombang yang lain.

Baca Juga: Sejarah Kantor Kejaksaan Negeri Jombang: Dulunya Bernama Kantoor van den Djaksa, Pernah Jadi Markas BKR di Masa Perjuangan Kemerdekaan

Perjalanan naik kereta api Bung Karno dari Blitar ke Kediri lanjut Kertosono hingga Jombang, seperti diberitakan di surat kabar Nieuw Courant tanggal 17 Januari 1950: Nyonya Sukarno pun maju ke depan mikrofon.

Lagu Indonesia Raya dinyanyikan di bawah kepemimpinannya. Dua lagu lainnya mengikuti. Dari Barat sampai ke Timur” dan “Sorak-sorak bergembira”. Yang terakhir, pemuda mengambil kuenya. Terdengar pekik Merdeka lebih dari 3 menit. Airnya (kereta api) diisi ulang dan perjalanan dilanjutkan.

Pukul sebelas lebih empat puluh lima, stasiun/kota Djombang sudah di depan mata.

Baca Juga: Menelusuri Pal Titik Nol Kilometer Jombang: Penanda Hitungan Metrologis Sekaligus Tetenger Kota

Kerumunan orang yang bersorak terlihat dari kejauhan. Teriakan itu mencapai puncaknya ketika Presiden dan istrinya muncul di ujung gerbong. Pidato singkat dari Presiden dilanjutkan. Menteri Penerangan Arnold Mononutu dan Anak Agung Gde Agung diperkenalkan kepada masyarakat dan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” berupa akhir dari penundaan di Djombang.

Ditemani pekikan Merdeka, kereta mulai melaju. Pemberhentian berikutnya adalah Mojokerto, namun kereta juga berhenti di Sumobito.

Kerumunan orang berkumpul di halaman stasiun kereta api, bersorak dan berharap bahwa presiden akhirnya bisa menyampaikan pidato kepada masyarakat.

Presiden muncul di serambi kereta dan berbicara kepada para pemimpin masyarakat.

Tidak ada alasan yang bisa dibicarakan, karena satu atau dua menit kemudian kereta melanjutkan perjalanan ke arah Modjokerto. Sesaat sebelum tiba di Mojokerto, terlihat penjaga berdiri di sepanjang jalur kereta api, lengkap dengan bendera dan bambu runcing.

Yang ketiga tahun 1952, Presiden Soekarno juga sempat melakukan kunjungan kerja ke Ploso Jombang.

Dari arsip foto koleksi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Disperpusip) Provinsi Jawa Timur itu, diketahui beberapa kegiatan Bung Karno selama di Jombang.

Di antaranya menyaksikan peternak ikan sedang memanen ikan, memberikan wejangan dan sambutan kepada masyarakat di lapangan terbuka.

Baca Juga: Sejarah Kantor Kejaksaan Negeri Jombang: Dulunya Bernama Kantoor van den Djaksa, Pernah Jadi Markas BKR di Masa Perjuangan Kemerdekaan

Lalu memegang sambil melihat-lihat keramik atau gerabah hasil kerajinan rakyat, serta tidak lupa foto bersama ibu-ibu yang menyambutnya.

“Melalui foto-foto yang sudah didigitalkan oleh Disperpusip Provinsi Jawa Timur ini, kita bisa melihat sambutan meriah ribuan rakyat Jombang di Ploso saat itu,” lanjut Faisol.

Pada salah satu foto itu terlihat poster yang dibawa oleh massa penyambut Bung Karno berbunyi: Bung Karno, Ra’jat MARHEN minta WEDJANGAN SEPERLUNJA. Parti Politik Permai.

Baca Juga: Wisata Religi Makam Mbah Sayyid Sulaiman di Desa Mancilan, Mojoagung Jombang Jadi Jujugan Peziarah Berbagai Daerah

Parpol Permai adalah Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia, salah satu partai yang nantinya mengikuti Pemilu 1955.

Ada juga poster bertuliskan: Pak KARNO, Ingatlah waktu timur. Arek-2 PLOSO Minta Wedjangan. Maksud dari tulisan itu, rakyat ingin mengajak Bung Karno agar selalu ingat dengan semangat waktu muda (timur, bahasa Jawa krama inggil dari muda).

“Kalau cerita orang-orang tua dulu, saat Bung Karno datang banyak massa yang berteriak mengingatkan tempat lahirnya itu di Ploso sini,” kata Kuswartono, salah satu cucu dari RM Soemosewojo yang merupakan ayah angkat Bung Karno. (ang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *