Desakita.co – Meski sudah rutin membayar parkir berlangganan setiap tahun di Samsat, warga Jombang yang memiliki kendaraan tetap membayar retribusi parkir.
Bahkan, saat parkir di sepanjang jalur T (Jl A Yani, Jl KH Wahid Hasyim dan Jl Gus Dur) yang notabene area tersebut adalah area parkir berlangganan.
Bahkan, kalau tidak membayar, ada perlakuan berbeda dari petugas atau mendapat umpatan yang tidak menyenangkan.
Dimas salah satu pengguna jasa parkir, mengaku plat motornya sudah terpasang stiker berlangganan tapi setiap parkir di mana saja, tetap dipungut biaya.
”Kalau parkir ya tetap membayar,” ungkapnya.
Saat membayar, petugas parkir tidak menyebutkan nominal. Dia memberi uang antara Rp 1.000 hingga Rp 2.000.
”Biasanya kalau tidak ada 1.000 an, saya kasih Rp 2.000, itu juga tidak mendapat kembalian,” tegasnya.
Keluhan senada disampaikan Putri Syabana, yang mengaku pernah ada pengalaman tidak menyenangkan saat dirinya tidak membayar parkir lantaran tidak ada uang receh.
”Dulu pernah saya tidak punya uang receh, akhirnya tidak membayar. Tapi tukang parkirnya malah berkata-kata kasar,” ungkap dia.
Ia pun mempertanyakan fungsi uang parkir berlangganan yang dibayar setiap tahun.
”Lah ini bayar setiap tahun untuk parkir buat apa, karena setiap parkir tetap selalu bayar,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Jombang Budi Winarno, menyampaikan PAD yang dihasilkan dari parkir berlangganan dalam setahun memang mencapai miliaran rupiah.
Bahkan, dalam tiga tahun terakhir ini selalu ada peningkatan.
Mulai 2021 PAD dari parkir berlangganan sebesar Rp 6,46 miliar.
Kemudian 2022 naik menjadi Rp 6,53 miliar.
”Tahun 2023 PAD dari parkir berlangganan mencapai Rp 6,58 miliar,” ungkapnya.
PAD dari retribusi parkir tidak hanya dari parkir berlangganan.
Lebih dari itu, mendapat penghasilan juga dari parkir konvensional, meski yang pendapatannya jauh berbeda dengan parkir berlangganan.
Pendapatan dari parkir konvensional, lanjut dia, mulai tahun 2021 hanya mendapat Rp 210 juta, sedangkan tahun 2022 mendapatkan Rp 222 juta.
Tahun 2023 ini kembali meningkat menjadi Rp 235 juta.
”Pendapatan juga berasal dari parkir khusus atau parkir angkutan barang,” beber Budi.
Ia menambahkan, dari parkir khusus tersebut PAD yang dihasilkan rata-rata pertahun mencapai Rp 155 juta.
Penarikan retribusi parkir ini mengacu pada Perda No 13/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pada peraturan tersebut, terdapat besaran nominal retribusi baik dari parkir berlangganan maupun konvensional.
Dia lantas menjelaskan, untuk parkir konvensional di tepi jalan umum untuk sepeda motor per kendaraan Rp 2.000, sedangkan parkir berlangganan Rp 15.000 per tahun.
Untuk mobil penumpang berupa sedan, station, wagon, jeep serta mobil barang berupa box, pikap (kategori kendaraan dengan JBB tidak melebihi 3.500 Kg), maka setiap kendaraan dikenai Rp 4.000 dan untuk parkir berlangganan Rp 20.000 per tahun.
Sedangkan bus kecil, sedang, besar, termasuk mobil barang berupa truk tanpa gandengan, truk tangki, truk tandem, truk gandengan dan kontainer (kategori kendaraan dengan JBB lebih dari 3.500 Kg) per kendaraan Rp 6.000 dan untuk parkir berlangganan Rp 25.000 per tahun. (yan/bin/ang)