Desakita.co – Karut-marut pengelolaan parkir di Kabupaten Jombang disorot kalangan ekonom.
Thamrin Bey, pengamat ekonomi di Jombang menilai pengelolaan parkir di Jombang saat ini masih jauh dari efektif.
Selain itu juga rawan terjadi kebocoran.
”Misalnya saja dengan setoran (satu) jukir yang Rp 105 ribu per bulan, tapi pemkab harus menggaji Rp 350 ribu per bulan untuk jukir, itu saja sudah tidak masuk akal, pemkab justru rugi namanya,” ungkap Thamrin kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Setoran dengan nominal itu, juga dinilai Thamrin bisa mengindikasikan kemungkinan kebocoran makin besar.
Karena, menurutnya, mustahil rasanya jika seorang tukang parkir mendapat uang Rp 105 ribu untuk sebulan.
”Kalau sehari setoran segitu mungkin masuk akal ya,” tambahnya.
Indikasi kebocoran itu, juga menguat karena tak berfungsinya sistem parkir berlangganan yang kini sudah berjalan.
Menurut Thamrin, setiap warga Jombang tahu mereka harus membayar biaya parkir berlangganan setiap membayar pajak STNK.
”Tapi waktu parkir di jalanan Jombang yang katanya wilayah parkir berlangganan juga masih ditarik, ini kan ya merugikan bagi masyarakat, harusnya kan tidak seperti itu,” lontarnya.
Selain itu, penerapan parkir berlangganan juga kurang mencerminkan asas keadilan.
Pasalnya, kebijakan ini berlaku mengikat dan menyeluruh bagi setiap pemilik kendaraan bermotor.
”Padahal sebagian warga yang tinggal di kawasan pinggiran atau kerja di luar kota, yang sangat jarang pergi ke kota Jombang, tapi mereka harus membayar parkir berlangganan, begitu ke kota tetap dipungut parkir,” bebernya.
Karenanya, pihaknya menyuarakan kepada Pemkab Jombang agar memperbaiki sistem perparkiran di Jombang.
”Ada banyak opsi yang bisa dipilih, misalnya full pakai berlangganan, risikonya lebih mudah dapat PAD, tapi jukir juga harus ketat, penarikan parkir pada pelat Jombang harusnya tidak boleh lagi,” tambahnya.
Atau dengan sistim yang lain, yakni full tanpa parkir berlangganan.
Dengan sistem ini, Thamrin menyebut akan lebih banyak masyarakat yang akan terlibat nantinya.
”Pemkab Jombang juga harus mengoptimalkan lahan, semua yang memang dikenai parkir ya dikenakan, kalau mau menggenjot PAD,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jombang Budi Winarno mengaku, sepakat parkir berlangganan dihapus.
Namun, disertai dengan landasan dasar yang kuat. Berupa analisa potensi parkir. ”Saya sepakat itu, sehingga kami di dishub tidak lagi mengurusi parkir,” kata Budi dikonfirmasi.
Dijelaskan, parkir berlangganan merupakan amanat Pemprov Jawa Timur.
”Itu bagi hasil antara provinsi dengan kepolisian, sehingga kami di daerah jika tidak menggunakan parkir berlangganan lagi, maka harus ada landasan yang kuat dahulu,” imbuh dia.
Ada beberapa opsi seandainya tak lagi menggunakan sistem itu. Pertama, parkir dikelola pihak ketiga.
”Ada analisa parkir, lalu potensi parkir berapa dan dipihakketigakan,” tutur Budi.
Kedua, lanjut Budi menggunakan non-tunai atau kartu elektronik.
”Alternatif kedua, memakai konsep seperti di jalan tol. Bagi pemilik roda dua ataupun roda empat harus memiliki kartu,” lanjut dia.
Tentunya, opsi kedua ini, lanjut Budi, harus dilengkapi dengan sarana dan prasana yang memadai.
”Harus disiapkan baik sarana dan prasana termasuk petugas,” tutur Budi.
Sampai saat ini, lanjut Budi, pemkab masih menggunakan parkir berlangganan sesuai dengan Perda 13/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
”Sampai perda didok untuk parkir berlangganan memakai Perda 13/2023, pertimbangan DPRD kemarin karena sudah menjadi keputusan Pemprov Jawa Timur,” lanjut dia.
Meski begitu, pihaknya bisa melakukan penghapusan. Dengan catatan, melakukan analisa dan disetujui DPRD Jombang.
”Kami di P-APBD 2024 akan mencoba ajukan anggaran untuk melakukan analisa, artinya penyusunan potensi parkir. Sementara di wilayah perkotaan (Jombang kota) dahulu,” kata Budi. (riz/fid/naz/ang)