Desakita.co – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes Aegypti semakin meluas.
Hasil penelitian epidemiologi (PE) Dinas Kesehatan Jombang menyebut, sedikitnya ada 58 wilayah endemis DBD.
Titik endemis ini menyebar hampir di semua kecamatan.
”Kalau penularannya ada sekitar 58 titik di Jombang, tapi titiknya kami tidak hafal,’’ ujar Plt Kepala Dinkes Jombang Syaiful Anwar, saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Jombang, kemarin (1/3).
Hasil PE itu dilakukan sejak ada temuan DBD akhir Januari lalu. Melihat fakta ini masyarakat diminta lebih waspada menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah.
Terutama di tempat terbuka yang berisi air.
Ia menyebut, 58 titik endemis DBD tersebut telah dilakukan pembersihan bersama seluruh kader dan unsur masyarakat.
”Intinya kami sudah melakukan pembersihan sarang nyamuk di lokasi tersebut,” tambahnya.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab temuan titik endemis DBD itu, lanjut dia, karena ada tempat penampungan atau genangan air yang menjadi sarang nyamuk dan berkembang biak.
Apalagi di musim hujan seperti sekarang ini nyamuk cepat berkembangbiak. Semisal tempat penampungan air, atau air yang tidak terpakai, kolam atau bekas kolam yang tidak terpakai.
“Ditemukan banyak jentik berkembang di situ,” tuturnya. Ia lantas merinci, dari 58 titik endemis tersebut tak hanya berada di sekitar permukiman warga.
Namun banyak yang berada di kebun hingga lembaga pendidikan.
Salah satunya terpantau di SMPN 5 Jombang dan SD Plus Darul Ulum Jombang.
”Dan itu rata-rata di sekolah-sekolah, ada beberapa yang kurang memperhatikan kubangan, padahal di situ banyak jentiknya,” beber Syaiful.
Karena itu masyarakat harus lebih menjaga kebersihan lingkungan sebagai upaya turut mencegah penularan DBD. ”Termasuk ban bekas ada airnya dan ada jentik,’’ papar dia.
Terpisah, Direktur RSUD Jombang DR dr Mamurotus Sadiyah, lebih menyampaikan keberadaan tempat hidup nyamuk Aedes Aegypti yang justru bisa berasal dari tempat yang tidak disangka-sangka. Misalnya, pelepah pisang yang roboh, maupun dahan pohon yang terdapat genangan air.
”Dari hasil temuan di lapangan, ada beberapa tempat yang tidak disangka sangka jadi tempat nyamuk berkembang biak.
Misalnya pelepah pisang itu bisa jadi tempat jentik nyamuk,’’ tegasnya.
Hingga kemarin (1/3), ia menyampaikan total ada sembilan orang yang meninggal karena DBD. Satu dewasa dan delapan anak-anak.
“Ya, kemarin (Kamis) dua pasien, dan hari ini (Jumat) bertambah dua pasien yang meninggal,” beber dia.
Satu pasien yang meninggal karena positif DBD, Kamis (29/2), seorang balita usia 3,5 tahun asal Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro.
Pasien ini rujukan dari RSIA Muslimat (28/2) pukul 21.43 WIB. Di RSUD langsung dirawat di ICU karena kondisinya Dengue Shock syndrom (DSS).
Kemudian meninggal Kamis (29/2) pukul 13.45 WIB.
Sementara itu, ada balita lain usia 3 tahun juga meninggal dunia di RSUD Jombang karena DBD.
Pasien rujukan dari RSNU dalam keadaan DSS (29/2) dan meninggal dunia pukul 05.50 WIB.
Kemudian ada seorang remaja usia 15 tahun asal Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben dalam kondisi sama. “Yang pasti seluruh pasien datang dalam kondisi DSS,” beber dia.
Sepanjang Februari, lanjutnya, total ada 182 pasien IVD yang dirawat di RSUD Jombang.
Dari jumlah itu 138 di antaranya anak-anak, dan 44 lainnya dewasa. Sementara yang dinyatakan positif DBD ada 88 pasien.
Khusus penanganan DBD ini pihaknya telah menambah 40 bed agar menampung semua pasien.
Termasuk mengubah ruang pertemuan yang disulap untuk tempat pelayanan.
”Sejak kemarin, sudah disiapkan sarana prasarana untuk memenuhi standar,” jelas dr Eyik sapaan akrabnya.
Ia menyebut, tren jumlah pasien dua hari terakhir menurun. Pada (29/2) jumlah pasien anak 36 dan di ICU 19.
Kemarin (1/3) jumlah pasien anak tinggal 33, sementara di ICU tinggal 12. Sementara pasien dewasa (29/2) 10 orang dan (1/3) 7 orang.
”Yang lain membaik, dan sudah diperbolehkan pulang, semoga semakin turun setiap hari,” harapnya.
Ia mengatakan, penyintas DBD atau yang sebelumnya pernah dinyatakan positif DBD lebih mudah terserang DBD lagi.
“Karena sistem kekebalan tubuhnya sudah jebol, sehingga lebih mudah terkena, seperti yang meninggal asal Wersah Kepanjen itu sebelumnya sudah pernah DBD.
Biasanya, penyintas DBD kalau kena lagi lebih berat karena reaksi imunologis,” jelasnya.
Hal itu bisa diantisipasi dengan makan, minum dan istirahat lebih banyak. “Faktor yang paling memengaruhi harus dibuat seneng hatinya,” pungkas dr Eyik. (ang/wen/bin)