Desakita.co – Dinas Kesehatan Jombang mengklaim jika puncak kasus demam berdarah dengue (DBD) terjadi Februari.
Namun, sampai saat ini kasusnya masih banyak. Bahkan kasus aktif masih tersebar di 22 Desa di Kabupaten Jombang.
’’Tetap harus siaga, intinya pemberantasan sarang nyamuk,’’ kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Syaiful Anwar, kemarin.
Sebanyak 22 desa tersebut masuk zona kuning. Dimana ada kasus DBD aktif satu sampai dua orang.
Tidak ada desa yang lebih dari dua kasus aktif DBD.
’’Hari ini (kemarin) sudah tidak ada yang merah, 22 desa kuning sisanya hijau. Hijau itu nol kasus aktif,’’ jelasnya.
Kemarin tidak ada tambahan kasus yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Jombang.
Terakhir laporan masuk Jumat (15/3), ada 390 inveksi virus dengue (IVD) dan 148 DBD.
’’Sejauh ini belum ada tambahan kasus baru,’’ ucapnya.
Meski sudah dianggap menurun, tapi siaga DBD tetap harus dilakukan.
Yakni dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di rumah, sekolah-sekolah dan di fasilitas umum.
’’Sekali telur nyamuk menempel, maka ancaman akan berlaku selama enam bulan, makanya harus PSN,’’ tegasnya.
Laporan kasus meninggal dunia juga tidak ada tambahan.
Terakhir anak usia enam tahun asal Desa Candimulyo Kecamatan Jombang yang meninggal Kamis (14/3).
Total ada 10 yang meninggal karena DBD. Seluruhnya meninggal di RSUD Jombang.
Terdiri dari sembilan anak-anak dan satu dewasa. ’’Semoga itu yang terakhir,’’ harapnya.
Rincian korban meninggal, balita usia 3,5 tahun asal Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro. Remaja usia 15 tahun asal Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben.
Anak berusia 7 tahun asal Desa Kalikejambon, Kecamatan Tembelang. Dua anak dari Kelurahan Kepanjen, Kecamatan Jombang. Balita 3 tahun dari Desa Betek, Kecamatan Mojoagung.
Mahasiswa dari Desa Tugusumberjo, Kecamatan Peterongan. Kemudian anak dari Desa Palrejo, Kecamatan Sumobito. Serta anak 3 tahun asal Japanan Kecamatan Gudo. (wen/jif/ang)