DesaKita.co – Merebaknya kasus demam berdarah dengue (DBD) hingga merenggut sedikitnya empat nyawa di Kabupaten Jombang memantik respons keras dari dewan. Komisi D mendorong pemkab lebih tanggap mengatasi ancaman DBD.
”Saya baca 4 nyawa meninggal dalam kurun waktu dua bulan, tentu ini sesuatu hal yang serius. Tentu kami sangat prihatin dengan kondisi seperti ini,” ujar Wakil Ketua Komisi D DPRD Jombang M Syarif Hidayatullah.
Melihat tren kasus yang tinggi, Gus Sentot, sapaan akrabnya, mendesak pemkab melakukan langkah-langkah kongkret untuk mencegah korban DBD terus bertambah.
”Karena mohon maaf ini (Dinkes), saya tidak melihat ada gerakan nyata yang besar untuk menangani masalah DBD. Seperti ada fogging atau penyemprotan asap untuk membunuh nyamuk atau yang lain untuk memberantas sarang nyamuk,” tuturnya.
Padahal, lanjut dia, langkah-langkah pencegahan tersebut sangat penting. Termasuk menggerakkan lebih maksimal juru pemantau jentik (Jumantik) ke rumah-rumah warga. ”Termasuk juga melakukan sosialisasi yang intensif di seluruh lingkungan,” jelasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes Jombang Syaiful Anwar mengatakan, fogging dinilai belum cukup efektif untuk memberantas sarang nyamuk di lingkungan.
Cara yang efektif menurutnya adalah pemberantasan sarang nyamuk dengan menguras penampungan air minimal seminggu sekali, menutup tempat penampungan air bersih, dan mengubur benda yang bisa menampung air sehingga jadi sarang tumbuh jentik hingga jadi nyamuk yang berbahaya.
”3M itu paling efektif dilakukan untuk membasmi sarang nyamuk,” katanya.
Menurutnya, nyamuk aedes aygepty hanya bisa terbang dengan radius 100 meter dan umur nyamuk tiga minggu. Biasanya jentik nyamuk bisa tumbuh di dalam air yang menggenang.
Pemberantasan sarang nyamuk bisa dimulai dari keluarga, sedangkan di sekolah bisa dilakukan dengan pembentukan juru pemantau jentik (jumantik) di sekolah untuk memantau persebaran nyamuk di sekolah.
”Kalau ada yang mengajukan fogging ya tetap kami fasilitasi, tapi fogging bukan salah satu cara yang efektif untuk memberantas sarang nyamuk,” pungkasnya
Seperti diberitakan sebelumnya, sepanjang Februari kasus demam berdarah dengue (DBD) di Jombang meningkat pesat. Hingga Kamis (22/2), sudah ada empat yang meninggal. Tiga pasien yang dirawat di RSUD Jombang dalam kondisi kritis.
’’Enam pasien DBD sempat dirawat di ICU. Yang tiga sudah membaik, dan sudah dipindahkan ke ruang perawatan,’’ kata Direktur RSUD Jombang dr Ma’murotus Sa’diyah.
Total ada 21 pasien gejala DBD yang masih dirawat di RSUD Jombang. 17 di antaranya anak-anak dan empat dewasa. Enam pasien dalam kondisi yang kurang baik, dan 15 lainnya dalam kondisi membaik.
”Yang kurang baik seluruhnya positif DBD,’’ jelasnya.
Ning Eyik, sapaan akrabnya, mengatakan, di RSUD Jombang sudah ada empat pasien yang dinyatakan meninggal karena DBD. Satu anak kelas 5 SD asal Palrejo Kecamatan Sumobito. Satu dari Kelurahan Kepanjen, Kecamatan Jombang.
Satu dari Desa Tugusumberejo Kecamatan Peterongan. Satu balita usia tiga tahun dari Desa Betek Kecamatan Mojoagung. ’’Satu dewasa dan tiga ana-anak,’’ bebernya.
Tingginya angka kasus kematian di RSUD Jombang karena rata-rata pasien datang ke RSUD Jombang dalam kondisi dengue shock syndrome (DSS). Kondisi kesehatan pasien sudah menurun.
Seperti keringat dingin, tekanan darah turun, nadi melemah, dan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi atau kekurangan cairan.
DBD biasanya muncul dengan tanda-tanda demam dan nyeri kepala depan, dan belakang telinga. Tingkat keparahan DBD bisa dikurangi dengan memberikan banyak cairan berupa susu.
”Puncak DBD biasanya pada hari kelima setelah demam, trombosit dan leukosit turun dan kekentalan darah meningkat. Hari kelima dan keenam itu sangat rawan DSS. Dan biasanya hari-hari itu masyarakat baru membawa ke rumah sakit,” ulasnya. (wen/naz/fid)