Desakita.co – RSUD Jombang komitmen meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat lewat berbagai sosialisasi seputar kesehatan. Salah satunya, diungkapkan dokter spesialis THT-KL RSUD Jombang, dr Kihastanto Sp.THT-KL.‘’’Suara keras yang dikeluarkan dari sound system berskala besar sangat berbahaya bagi pendengaran,’’ katanya, (23/9).
Telinga dirancang untuk menangkap suara yang sekecil mungkin. Kalau ada respons suara dari luar yang terlalu kencang, jelas mempengaruhi organ dalam telinga.
’’Mengacu keputusan WHO (Badan Kesehatan Dunia), batas aman atau instensitas aman yang didengar telinga manusia 70 desibel (dB). Lebih dari itu, potensi membuat pendengaran rusa,’’ jelasnya.
Dari hasil pengukuran suara dari speaker-speaker super (sound berkapasitas besar) yang dilakukan beberapa pihak, intensitas suara tersebut antara 100 sampai 125 dB. Angka setinggi itu setara dengan mesin jet, letusan senjata api, bahkan suara petir.
’’Suara petir sekitar segitu. Antara 100 hingga 125 dB itu sangat merusak,’’ ungkapnya.
Mendengar suara intensitas tinggi melebihi batas aman dalam durasi waktu singkat tidak selalu menyebabkan kerusakan. Jadi faktor durasi waktu juga menentukan.
’’Telinga kita sangat sensitif. Organ didalam telinga kita itu kecil-kecil. Jadi yang menghubungkan gendang telinga dengan koklea adalah tulang-tulang pendengaran (ossicles) di telinga tengah. Rangkaian tulang ini terdiri dari maleus (martil), inkus (landasan), dan stapes (sanggurdi), berfungsi untuk meneruskan getaran suara dari gendang telinga ke telinga bagian dalam (koklea),’’ terangnya.
Itu sangat-sangat kecil. ’’Bisa dibayangkan kalau kena suara yang kencang sampai menggelegar pasti terimbas,’’ ungkapnya.
Penyebab penurunan pendengaran karena suara keras ini adalah penurunan atau kerusakan fungsi hair cell (sel rambut dalam telinga). Hair cell ini berada di koklea, yakni telinga bagian dalam. Mekanisme kerusakannya, kalau ada suara keras cairan diselitar hair cell itu bergetar sangat cepat.
’’Kalau durasi waktunya rendah atau sesaat saja, maka hanya menyebabkan kelelahan pada hair cell. Tapi kalau terus menerus, sehari sekian jam, setiap hari, itu tidak ada kesempatan recovery dari hair cell maka akan menyebabkan kerusakan permanen. Kalau sudah rusak, maka tidak bisa regenerasi lagi,’’ bebernya.
Efek dari suara keras itu bisa dua macam. Efek sesaat dan jangka panjang. Dua efek itu tergantung intensitas dan durasi paparan. Jangka pendek, intensitas suara besar tapi durasi pendek, gejalanya tinnitus, yaitu berdenging di telinga tapi tidak ada sumber bunyinya. Namun dalam beberapa waktu akan hilang.
’’Kalau jangka panjang, tinnitus dan penurunan pendengarannya tidak akan hilang berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun,’’ tegasnya. (ang/jif)






