Desakita.co – Setelah mengelilingi berbagai negara untuk bekerja, Waqidatul Nur Prihatin warga Desa Pulorejo Kecamatan Tembelang Jombang ini sampai di negara yang diimpikannya yaitu Belanda.
Dua tahun bekerja di Negeri Kincir Angin, ia merasa dirinya lebih berkembang, baik secara pengalaman maupun mental.
Gadis kelahiran Jombang, 14 juli 1994 kini bekerja di W Amsterdam, salah satu hotel di Belanda, sebagai quality manager.
Perjalanan kariernya di Belanda dimulai sejak 2022 lalu.
Setelah lulus SMKN 1 Jombang, Nida melanjutkan pendidikannya di STIPRAM Yogyakarta Jurusan Manajemen Perhotelan.
Bukan kali pertama menjajaki karier di luar negeri. Pada 2017, Nida sudah bekerja di Apsara Beachfront Resort and Villa, Khaolak, Thailand.
Setelah dari Thailand, ia bekerja di City Centre Rotana, Doha, Qatar pada 2019.
Setelah dari Qatar, sekitar 2020, di tengah pandemi Covid-19 yang sedang merebak, ia mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Di Indonesia ia melakukan hampir 88 kali interview, dan semuanya ditolak. Setelah itu ia les bahasa Belanda, kemudian mencoba peruntungan ikut ujian untuk ke Belanda.
Setelah Belanda buka border di tengah pandemi, ia mencoba untuk membuat visa visit ke Belanda selama tiga bulan.
”Mencoba enak atau tidak di sana, ternyata malah betah dan memutuskan buat apply visa residen di Belanda sampai sekarang,” kata lulusan SMPN 2 Tembelang ini.
Di Belanda ia betul-betul mulai dari nol. Apalagi saat itu sedang pandemi Covid-19. Tidak ada lapangan kerja di hotel.
Pada 2021 ia mulai bekerja di Anantara Grand Hotel Krasnapolsky Amsterdam, the Netherland dan saat ini di W Amsterdam.
”Pernah melamar sebagai cleaning service juga ditolak, sampai akhirnya sekarang jadi mid-level management di luxury 5star hotel menurut saya ini pencapaian terbesar saya,” tambah Nida sapaan akrabnya.
Peluang kerja di Belanda menurutnya cukup besar, ditambah dengan orang Belanda yang suka etos kerja warga Indonesia.
”Jadi kesempatan buat tumbuh di sini dan berkarier lebih bagus,” jelasnya.
Belanda dipilih karena menurutnya di negara itu memiliki keseimbangan antara dunia kerja dan kehidupan pribadi.
”Jadi kita bisa mengejar karier impian tanpa mengorbankan waktu untuk diri sendiri dan keluarga,” kata warga Desa Pulorejo, Kecamatan Tembelang yang kini tinggal di Spuistraat 175 1012 VN Amsterdam ini.
Kegiatannya di Belanda banyak dihabiskan untuk bekerja dan jalan-jalan.
Waktu kerjanya delapan jam per hari dengan istirahat satu jam. Seminggu lima hari kerja, dan jatah cuti 25 hari per tahun. Belum termasuk hari libur umum.
Di Belanda setiap Mei dapat uang liburan dari pemerintah yang bisa dipakai untuk liburan.
”Kultur orang Belanda memang suka liburan, jadi setiap tiga bulan sekali saya pergi liburan ke negara lain.
Ini juga yang bikin saya agak shock di awal-awal, karena bos saya push saya buat liburan, sementara di negara lain buat liburan aja kita ngerengek-ngerengek minta cuti,” katanya.
Baginya, setiap hari adalah kesempatan untuk berkembang dalam lingkungan yang menghargai ide-ide baru, kreativitas, keberagaman, dan kualitas hidup yang tinggi.
”Belanda bukan hanya tempat kerja, tapi juga tempat untuk menumbuhkan mimpi dan menemukan kebahagiaan,” katannya.
Setiap hari ia selalu bersemangat untuk bekerja.
Mengingat tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama seperti dirinya.
Setiap hari bisa belajar, menambah pengalamannya, dan memperluas jaringannya, dan belajar dengan cara kerja yang efisien, dengan terlibat dalam project-project yang inovatif.
”Bekerja di Belanda adalah pengalaman yang memperkaya, baik secara profesional maupun pribadi. Saya bertemu dengan kolega dari berbagai belahan dunia,” ungkapnya.
Di tempat kerjanya, Nida merasa nyaman karena lingkungannya cenderung kolaboratif, hierarki yang datar, dan tidak memandang posisi atau umur dalam berkembang.
”Menurut saya ini bukan sekadar pekerjaan, tetapi perjalanan untuk menemukan potensi terbaik diri sendiri,” ungkap alumnus SMKN 1 Jombang Jurusan Perhotelan ini.
Untuk bisa bekerja di luar negeri khususnya di Belanda, bekal utama menurutnya adalah kemampuan bahasa Inggris.
Tidak harus bahasa Belanda sebab, di Belanda meski bukan negara yang menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya, tapi masyarakatnya memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik.
”Bahkan kemampuan bahasa Inggris masyarakat Belanda yang terbaik di dunia,” kata putri pasangan Suwarno dan Siti Muromelah ini.
Jaringan internasional juga bisa dibangun melalui sosial media sembari mencari informasi tentang visa kerja.
”Setiap aplikasi yang dikirimkan, sekecil apa pun, merupakan langkah dekat menuju impian, percayalah pada kemungkinan,” jelasnya.
Di Belanda, Nida kembali mulai dari nol. Apalagi sebelum ia bekerja, ia tidak memiliki teman, tidak punya tempat berbagi cerita.
Karena di Belanda masyarakat cenderung tertutup, utamanya dengan orang-orang baru atau orang yang tidak dikenal.
”Itu bagian dari culture shock yang saya alami, mereka sangat tertutup, sangat menjaga privasi, bahkan senyum di jalan kalau papasan sama orang bagi mereka bukan hal yang biasa, dan dianggap aneh,” katanya.
Namun, meski memiliki cukup kemampuan untuk berbahasa Inggris, belajar bahasa Belanda baiknya tetap dilakukan agar semakin menyatu dengan lingkungan tempat tinggal atau tempat bekerja.
Juga terbuka pada makanan dan tradisi baru.
”Berpartisipasi dalam kegiatan komunitas seperti gym atau yoga grop untuk memudahkan proses adaptasi. Yang perlu diingat, kunci sukses adaptasi adalah sikap terbuka dan keinginan untuk belajar,” jelasnya.
Adaptasi makanan menurutnya lebih mudah, karena di Belanda banyak makanan Indonesia.
”Karena kita punya sejarah panjang dengan Belanda ya,” katanya.
Yang sulit menurutnya adalah adaptasi dengan cuaca, apalagi saat musim dingin.
”Solusi menghadapi musim dingin adalah kabur ke negara yang lebih panas, paling liburan ke Portugal atau Spanyol,” tambahnya.
Mengepakkan karier di dunia perhotelan luar negeri sejak 2017, menurutnya salah satu yang membuatnya berhasil adalah kemauannya dalam belajar, mengembangkan keterampilan yang relevan, berani mengambil risiko.
”Dunia perhotelan adalah panggung global, dan kalian adalah bintangnya. Dengan persiapan yang tepat, tidak ada yang mustahil. Jadilah pembelajar seumur hidup, pengalaman kerja atau magang di hotel atau industri perhotelan akan menjadi nilai tambah,” pungkas wanita yang hobi traveling ini. (wen/naz/ang)