Desakita.co – Menjadi guru TK merupakan panggilan hati. Begitu menurut Ketua Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Jombang, Dra Puji Utami MM.
Meski awalnya terpaksa karena bukan cita-cita utamanya, tapi kini ia justru mencintai dunia anak-anak.
’’Saya kepingin jadi guru, tapi inginnya guru olahraga,’’ kata Pujii Utami, kemarin.
Puji lahir dan besar di Jombang. Tepatnya di Desa Kademangan Kecamatan Mojoagung. Ia mengenyam pendidikan di SDN Kademangan 1, kemudian SMP PGRI Mojoagung, dan SMKN Mojoagung.
Setelahnya, Puji ingin sekolah guru olahraga (SGO). Sebab saat itu ia suka berolahraga seperti bulutangkis.
Dia juga aktif ikut gerak jalan Mojosari-Mojokerto, Mojokerto-Surabaya.
Sayangnya, keinginannya tak terwujud. ’’Ayah saya polisi, anaknya 11, kakak saya masih banyak yang kuliah, jadi saya tidak keturutan di SGO,’’ jelasnya.
Baca Juga: Tak Perlu Lulusan SMA, Ini Syarat Terbaru Calon Kepala Desa Sesuai UU Desa Nomor 3 Tahun 2024
Akhirnya, dia mengikuti program guru TK, sembari mengajar di TK Kemala Bhayangkari 89 Mojoagung sejak 1983.
’’Karena ayah saya polisi, jadi saya diminta bantu mengajar disana. Ikut pendidikan crass program selama empat bulan, saya kemudian diangkat sebagai PNS, di TK yang sama,’’ terangnya.
Setelah 33 tahun mengajar di TK Kemala Bhayangkari 89 Mojoagung, pada 2017 ia dimutasi menjadi kepala TK Negeri Berdikari.
Tepatnya di Dusun Jetis, Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung sampai sekarang.
Puji yang awalnya tidak suka dengan profesinya sebagai guru TK, menjadi jatuh hati setelah mengenal lebih dalam tentang dunia anak.
Menurutnya, anak-anak bisa menciptakan perasaan senang dan bahagia.
Melihat keluguan anak, kelucuan anak, bahkan sering membuatnya kangen dengan anak-anak, serta menjadi cinta kepada anak-anak.
’’Sekarang jadi cinta sepenuh hati,’’ tegasnya
Tanamkan Moral Agama dan Kemandirian
Dalam mengajar, Puji Utami mengedepankan nilai moral, dan keagamaan serta kemandirian.
Baca Juga: Profil Lengkap Camat Mojoagung Muchtar: Kawal Pembangunan, Jaga Kesehatan dengan Gowes
Ia mengajak anak agar bisa mandiri sejak dini, dan mengajak orang tua untuk mempercayakan anak sepenuhnya kepada guru.
’’Biasanya, awal masuk anak masih sangat sulit untuk pisah dengan orang tua.
Dan tidak semua guru memiliki teknik itu, saya yang sering turun langsung ke kelas untuk membantu guru mengendalikan siswa yang rewel di awal masuk sekolah,’’ ucap wanita kelahiran Jombang 3 Agustus 1965 tersebut.
Kesabarannya, ketekunannya, tidak memaksa anak untuk berhenti menangis, tapi akan dirayu dengan mainan-mainan yang diinginkan.
Tak butuh waktu lama, dengan cara seperti itu, anak dengan sendirinya akan merasa nyaman di sekolah.
’’Anak harus dilatih mandiri sejak dini, begitu juga orang tua. Harus tega mempercayakan anak kepada guru sepenuhnya ketika berada di sekolah,’’ jelasnya.
Ia tidak membatasi anak dalam belajar. Namun harus tetap dengan pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan anak.
Kemandirian dan kedisiplinan itu juga ia terapkan dalam keluarga Puji. Ia selalu ketat dalam mengajarkan kedisiplinan kepada anak.
Harus aktif dalam semua kegiatan sekolah, dan selalu mendukung dalam kegiatan anak.
’’Apapun kegiatan yang anak saya ikuti, saya selalu dukung,’’ katanya.
Pembiasaan positif juga diterapkan dalam sekolah untuk memperkuat nilai keagamaan siswa. Mulai dari pembiasaan salat, pembelajaran iqro, wudu, pembiasaan infaq di hari Jumat, dan istighotsah setiap Jumat Legi.
’’Pembelajaran agama juga diberikan seperti doa-doa pendek sehari-hari, asmaul husna, belajar menulis sesuai tahapan anak,’’ tandasnya. (wen/jif/ang)