Desakita.co – Keberadaan moda transportasi umum lyn alias angkudes maupun angkot sempat jadi primadona masyarakat Jombang era 90-an.
Namun kini, keberadan angkutan umum itu terus menyusut seiring perkembangan zaman.
Pantauan di lokasi, keberadaan angkudes mulai jarang ditemui.
Sebagian dari mereka yang beroperasi biasanya mangkal di area gedung Dekopinda Jombang Jl KH Hasyim Asyari atau sisi selatan perlintasan kereta api (KA).
Beberapa angkudes dengan warna agak usang masih terlihat mangkal menunggu segelintir penumpang yang ingin menggunakan jasa angkudes.
Sutik, 55 salah satu sopir angkudes trayek Jombang-Cukir-Mojoagung-Bareng mengakui, dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlah penumpang semakin sepi.
Baca Juga: Tingkatkan Keselamatan Berlalu Lintas, Dishub Jombang Adakan Rampcheck Angkutan Umum
Salah satu faktor utamanya adalah membludaknya transportasi online.
”Ya, mulai lima tahunan ini jumlah penumpang terus menurun,’’ terang sopir asal Desa/Kecamatan Mojowarno ini.
Sutik sudah menekuni profesinya sebagai sopir angkot selama 35 tahun.
Akibat menurunnya jumlah penumpang ia mengaku berimbas pada pendapatannya.
”Sepi penumpang otomatis pendapatan menurun,” katanya.
Dalam sehari, Sutik mengaku bekerja selama 10 jam sejak berangkat dari rumah pukul 06.00.
Selama beroperasi, kendaraan membutuhkan BBM sekitar 12 liter jenis pertalite yang dibeli dengan harga Rp 120 ribu.
Baca Juga: Tradisi Ujung Desa Mundusewu Bareng Jombang, Wujud Tirakat Warga Minta Hujan
Namun, ia mengaku selama jumlah pengeluaran tak mampu menutup biaya operasional.
”Sementara pendapatan hanya berkisar diangka Rp 80 ribu hingga Rp 130 ribu perhari.Untuk menutup biaya operasional saja belum cukup. Apalagi mencari untung. Sulit sekarang,” paparnya.
Lantas bagaimana untuk menutup kekurangan pendapatannya? ia mengaku, terkadang mengambil jasa sewa kendaraan, menjadi buruh tani hingga kuli bangunan.
Ia mengandalkan kemampuan sopirnya untuk mengantar warga yang mempunya hajat hingga bepergian. ”Ya bagaimana lagi,’’ papar dia.
Untuk saat ini, ia tak punya pilihan lain selain bertahan sebagai sopir angkot.
Pihaknya berharap pemerintah punya solusi untuk mengatasi kesenjangan tersebut.
Baca Juga: Pertama Kali di Jombang, Dishub Sediakan Angkutan Arus Balik Gratis ke Sejumlah Daerah Tujuan
“Inginya kita diperhatikan. Ditata, bagaimana bagusnya. Kalau dibiarkan terus lama-lama mati juga angkot ini,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Jombang Budi Winarno membenarkan jumlah angkutan umum semakin menurun.
saat ini, tercatat ada 67 armada yang hanya beroperasi di 2024. Jumlah itu, menurun dari tahun 2022 sebanyak 87 armada.
”Yang saat ini masih aktif beroperasi seperti trayek jurusan Jombang-Pare, Jombang-Kabuh, Jombang-Kudu, Jombang-Ploso, Jombang-Ngoro dan Tapen-Ploso. Selain itu sudah tidak aktif lagi,” ujar dia.
Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab menurunnya jumlah angkot maupun angkudes.
Misalnya, minimnya peremajaan armada yang mempengaruhi fasilitas layanan penumpang.
Baca Juga: Pemasaran Ayam Warna-warni di Desa Ini di Jombang Tembus hingga Luar Jawa
Serta penilaian masyarakat yang menganggap angkot tak lagi representatif sebagai angkutan publik pendukung mobilitas secara cepat.
”Ada beberapa faktor tersebut. Masyarakat menilai angkot kurang efesien untuk mendukung aktifitas mereka. Itu beberapa penyebabnya,” papar dia.
Selain itu, Budi tak menampik keberadaan transportasi online seperti grab car dan gojek menjadi penentu nasib angkot dan angkudes di Jombang.
Ia mengatakan, 2024 ada 582 angkutan online yang itu terdiri dari kendaraan roda dua motor dan roda empat. Namun, jumlah itu terus bertambah seiring waktu.
”Selain soal harga. Ojek online dianggap masyarakat lebih bisa menjangkau titik tujuan secara efesien.
Intinya bisa kemana-mana pas di titik tujuan. Ini salah satu alasan banyak masyarakat condong menggunakan ojek online,” pungkasnya. (ang)