Desakita.co – Banjir yang merendam areal persawahan menjadi pukulan telak bagi petani.
Mereka merugi besar lantaran tanaman padi yang baru ditanam rusak akibat terendam banjir berhari-hari.
Tak tanggung-tanggungnya, dinas pertanian mencatat sedikitnya 521 hektare tanaman padi mengalami puso alias gagal panen.
Kepala Dinas Pertanian Jombang (Disperta) Jombang M Rony menjelaskan, seiring sudah surutnya banjir yang mengenangi areal persawahan, pihaknya terus melakukan pendataan dampak banjir ke sektor pertanian.
”Jadi, laporan kerusakan tanaman akibat banjir periode pengamatan 16-31 Januari 2025 itu, seluas 251 hektare puso (gagal panen),” kata M Rony, Minggu (2/2).
Baca Juga: Dampak Sawah Banjir, Dinas Pertanian Jombang Temukan 202 Hektare Sawah Puso
Rony menerangkan, dari hasil pendataan periode pertengahan hingga akhir Januari, tercatat seluas 530 hektare areal sawah terendam banjir.
Dari jumlah itu, sekitar 251 hektare tanaman yang terdampak banjir mengalami puso alias gagal panen. ”Paling luas di Kecamatan Kesamben mencapai 228 hektare, menyebar di empat desa,” ungkapnya.
Sementara itu, di Kecamatan Peterongan 4 hektare hanya di Desa Ngrandulor, sedangkan di Kecamatan Megaluh 15 hektare itu menyebar di Desa Sumbersari, Desa Balongsari, dan Desa Gongseng. Sementara di Desa/Kecamatan Tembelang 4 hektare.
”Rata-rata tanaman padi yang mati masih berumur hampir dua minggu,” bebernya.
Karena terendam dengan jangka waktu lama, menurut Rony, mengakibatkan tanaman banyak yang mati. ”Di Kesamben ini rata-rata petani sudah tanam ulang antara dua sampai tiga kali,” ujar Rony.
Kendati begitu, menurut dia paling diutamakan, yakni faktor penyebab banjir.
Selama ini beberapa saluran yang meluber mengakibatkan persoalan itu terus terjadi setiap tahunnya.
”Jadi data ini hanya akibat saja, penyebabnya ini ada dari saluran.
Baca Juga: Peduli Bencana Banjir di Kesamben Jombang, Ini yang Dilakukan Keluarga Besar SMPN Jombang
Seperti Afvoer Watudakon beserta anak sungainya ini butuh normalisasi, lalu kemarin pintu Dam Yani rusak akibatnya di Talukidul Sumobito 30 hektare tergenang,” tutur dia.
Karena itu, diharapkan untuk mengatasi persoalan ini seluruh stakeholder duduk bersama.
”Mari sama-sama survei sekaligus mengajak petani dan masyarakat. Baik dari desa, pertanian, DPRD, dinas PUPR dan BBWS Brantas,” lanjut Rony.
Langkah ini perlu dilakukan untuk mengurai persoalan banjir tahunan.
”Jadi harus diurai satu kawasan atau dalam satu hamparan, karena pemerintah menarget swasembada pangan. Otomatis luas tanam padi ditambah, apa artinya itu ketika terus-terusan terkena banjir,” kata Rony. (fid/naz).