Lifestyle

Cerita Warga Kepanjen Jombang yang Kini Bekerja di Perusahaan Suplier Airbus di Jerman

×

Cerita Warga Kepanjen Jombang yang Kini Bekerja di Perusahaan Suplier Airbus di Jerman

Sebarkan artikel ini
Rizal Noersoesetija Dwitantonoputra, warga Kepanjen, Kecamatan Jombang yang tinggal di Bremen Jerman.

Desakita.co – Jerman kini sedang peralihan dari musim dingin ke musim semi.

Suhu yang hangat semakin nyaman untuk menjalani ibadah puasa Ramadan. Itulah yang dirasakan Rizal Noersoesetija Dwitantonoputra, warga Kepanjen, Kecamatan Jombang yang tinggal di Bremen Jerman.

”Hari pertama, waktu puasa 13 jam, nanti di hari terakhir bisa sampai 15 jam,” kata Rizal, yang bekerja sebagai Engineer di perusahaan suplier Airbus.

Menurutnya, cuaca pergantian musim dingin dan musim semi yang hangat semakin nyaman untuk puasa.

Sehingga meski durasi lama, tapi tidak bergitu berpengaruh pada stamina tubuh.

Di Bremen masih banyak ditemukan masjid-masjid Turki.

Hanya saja aktivitasnya tidak sama seperti di Indonesia.

Baca Juga: Upaya Tingkatkan Perekonomian, Pemdes Sengon Jombang Bekali Warga Pelatihan Membuat Buket

Salah satunya azan hanya terdengar ketika berada dekat dengan masjid.

Sebab masjid tidak mengumandangkan azan dengan pengeras suara seperti tradisi masjid di Indonesia.

Selama puasa, ia mengukuti kalender Ramadan, termasuk waktu salat dan lain sebagainya.

”Di sini negara muslim banyak menyediakan kalender Ramadan juga kalender salat dalam setahun, saya pakai jadwal itu, tapi saya Tarawih sendiri bersama keluarga di rumah,” jelasnya.

Jarak rumah Rizal dengan masjid Turki terdekat yaitu 1 kilometer.

Kegiatan khas Ramadan juga diadakan oleh komunitas Turki atau Indonesia sendiri juga ada.

Seperti buka bersama, tadarus online setiap hari, pengajian dengan ustad dari Indonesia yang ada di Jerman, juga ada pengajian rutin.

”Ada Tarawih juga yang diadakan komunitas muslim, tapi tidak setiap hari,” jelasnya.

Warga lokal tidak merayakan Ramadan, tapi mengetahui jika ada bulan Ramadan.

Tinggal di Jerman sejak 2009, menurutnya dua tahun terakhir Ramadan lebih semarak.

Baca Juga: Fasilitasi Pameran Lukisan, Upaya Pemdes Sengon Jombang Dukung Pengembangan Potensi Anak

Ada pernak-pernik Ramadan yang dijual di beberapa toko. ”Alhamdulillah di sini semakin banyak muslim,” ungkapnya.

Yang membuat Ramadan semakin berbeda dengan Indonesia adalah tidak adanya makanan khas Ramadan di Jerman.

Namun ada kegiatan unik, yaitu ibu-ibu muslim di Bremen seminggu sekali bagi-bagi makanan untuk buka puasa bersama. Terutama untuk mahasiswa di Bremen. ”Kalau kangen makanan Indonesia keluarga bisa masak sendiri, ada toko Indonesia, rumah makan Indonesia atau toko Asia untuk bahan-bahannya,” ungkapnya.

Toleransi di Jerman juga tinggi. Namun tidak ada dispensasi bagi muslim yang ingin salat atau buka puasa. ”Ramadan atau tidak, tidak ada bedanya, biasa saja, tidak ada dispensasi,” ungkapnya.

Beruntungnya, ia sampai sekarang masih banyak work form home.

Sehingga lebih fleksibel mengatur waktu kerja dengan ibadah. Di Jerman, Rizal juga mengajak istrinya, Sukristyorini dan anaknya Bravistya Amiruz Rizaldo Noersoesetija. Alumnus SMAN 2 Jombang ini bekerja sebagai engineer di perusahaan supplier Airbus. (wen/naz)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *