Desakita.co – M Riyan Syahruddin saat ini tengah menempuh pendidikan S1 di Universitas Al Azhar Mesir jurusan Ushuluddin Prodi Dakwah Islamiyah.
Sebelum mendapat beasiswa pendidikan di Mesir, Riyan pernah gagal mengikuti tes seleksi beasiswa kuliah ke luar negeri. Bukannya menyerah, Riyan terus berjuang dan akhirnya berhasil meraih beasiswa.
”Saya lulus tahun 2019, saat itu ingin lanjut kuliah, tapi belum berhasil karena saat itu bareng dengan Covid-19,” ungkap Riyan.
Lulus dari MA Terpadu Al Munawarah pada 2019, ia mendapatkan tawaran dari teman untuk ikut tes beasiswa di Universitas Al Azhar Mesir menggunakan jalur LPPD Jatim (Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren dan Diniyah).
”Awalnya orang tua tidak setuju, tapi setelah mereka luluh dan mengizinkan, malah kena pandemi Covid-19,” jelas mahasiswa yang hobi traveling ke tempat-tempat bersejarah tersebut.
Terdampak pandemi, ia tak berharap besar pada tes yang telah ia ikuti. Namun semangat belajarnya tak surut.
Riyan kemudian mencoba ikut tes beasiswa dalam negeri pada tahun 2020. Sayangnya ia gagal.
Warga Dusun Kedungboto Desa/Kecamatan Jogoroto yang lahir pada 11 September 2000 tersebut kemudian berencana untuk bekerja, untuk membantu ekonomi keluarga.
Lagi-lagi kedua orang tuanya tidak mengizinkan. Putra pasangan Nawawi dan Iftirochah tersebut kemudian melanjutkan mondok di Ponpes Hamalatul Quran untuk menyelesaikan hafalan Alquran sesuai permintaan kedua orang tuanya.
Baca Juga: Usung Produk Ecoprint, Ini Cerita Sri Wahyuningsih Peraih Juara 1 Pemuda Pelopor 2024
Belum genap dua bulan mondok, Riyan dikejutkan dengan surat yang dikirimkan ke rumahnya dari LPPD Jatim.
”Januari 2022 terima surat, Februari 2022 tes tahap pertama baca kitab, alhamdulillah dinyatakan lolos tes tahap pertama tersebut,” jelas pria yang ingi jadi pebisnis tersebut.
Setelah lolos tes tahap pertama, ia semakin bersemangat. Berkat perjuangan kerasnya, ia akhirnya berhasil melalui tes tahap kedua. ”Test tahap kedua juga lolos, ini berkat doa orang tua, guru dan teman-teman saya bisa sampai di titik ini,” jelasnya.
Alasannya getol kuliah dengan beasiswa karena ia ingin meringankan beban kedua orang tuanya dalam biaya kuliah.
”Karena saat itu perekonomian orang tua saya sedang diuji, makanya ketika saya tidak lolos beasiswa, saya sempat ingin bekerja,” ungkapnya.
Menurutnya, syarat untuk dapat beasiswa di Al Azhar jalur LPPD Jatim yaitu dengan menyertakan ijazah aliyah, surat rekomendasi dari pondok pesantren awal, domisili Jatim, dan memiliki hafalan minimal dua juz. Riyan mengatakan, beberapa tips untuk bisa lolos beasiswa LPPD Jatim adalah dengan menguasai dasar-dasar ilmu alat atau nahwu sharaf.
Serta memiliki kemampuan berbahasa arab yang baik dan memiliki tekad yang kuat.
Mesir dipilih karena biaya hidup yang relatif lebih murah dibandingkan dengan negara timur tengah lainnya.
Mesir juga menjadi pusat peradaban ilmu agama dan pengetahuan serta banyak majelis talaqqi yang diampu oleh ulama-ulama besar. ”Saat ini saya tinggal di Al Gamaliyah, Kairo, Mesir,” bebernya.
Alumnus SD Putra Harapan Bangsa Surabaya dan MTs Plus Al Munawarah tersebut mulai enjoy menjalani perkuliahan di Mesir.
Baca Juga: Inspiratif! Cerita Warga Desa Candimulyo Jombang Kuliah S3 di Australia Lewat Beasiswa
Sistem perkuliahan di Mesir berbeda dengan Indonesia. Di sana, tidak ada absensi kehadiran, dosen memberikan kebebasan kepada mahasiswanya untuk mengikuti kajian-kajian lain sebagai penunjang mata kuliah.
Sebagian fakultas di Universitas Al Azhar juga masih menggunakan kitab turats atau kitab klasik yang dikarang sebagai rujukan, dasar, dan sebagai pembanding ilmu-ilmu ataupun teori-teori baru sebagai kurikulumnya, dan tidak ada skripsi. ”S1 tidak ada skripsi, skripsi hanya untuk mahasiswa S2,” jelasnya.
Ia mengaku bersyukur karena bisa merasakan belajar di Mesir. Salah satu pengalaman yang paling berkesan adalah bisa belajar dengan para masyayikh yang ahli di bidangnya.
”Serta bisa berziarah ke makam dzurriyah kanjeng nabi, sahabat, dan juga para ulama besar Islam,” ungkapnya.
Meski begitu, perjalanannya belajar di Mesir tidak semuanya mudah dan menyenangkan. Tantangan tersulitnya adalah homesick.
Beda bahasa dan budaya juga menjadi tantangan tersulit baginya. Apalagi dosen yang mengajar mayoritas menggunakan Bahasa Arab amiyah Mesir, bukan Bahasa Arab fushah.
”Seperti mahasiswa pada umumnya, tantangan yang paling sulit adalah masalah keuangan atau ekonomi,” pungkasnya.
Baca Juga: Cerita Sunarko, dari Kuli Bangunan Kini Jadi Pengembang Real Estate Sukses di Jombang
Mesir mengajarkan banyak hal, termasuk mengejutkan Riyan. Salah satu hal yang paling membuatnya kaget adalah lalu lintas yang tidak beraturan di Mesir.
Juga makanan pokok Mesir yang berupa roti gandum, bukan nasi seperti Indonesia.
”Waktu aktivitas orang Mesir dimulai pada siang sampai malam hari, berbeda dengan di Indonesia yang dari pagi hari sudah beraktivitas,” jelasnya.
Banyak hal yang dilakukan dengan cara manual. Seperti sistem administrasi yang masih manual belum serba online seperti di Indonesia. ”Maka dari itu, mahasiswa di sini harus mengantre panjang saat mengurus administrasi dan lain sebagainya,” jelasnya. (wen/naz)