Pemerintahan

Dampak Banjir Afovoer Watudakon, Induk Hippa Mrican Kanan Jombang Surati BBWS, Harapannya Bisa Dilakukan Normalisasi

×

Dampak Banjir Afovoer Watudakon, Induk Hippa Mrican Kanan Jombang Surati BBWS, Harapannya Bisa Dilakukan Normalisasi

Sebarkan artikel ini
TANAM ULANG: Tanaman padi di Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben mati lantaran terdampak banjir seminggu.

Desakita.co – Ratusan hektare sawah yang terdampak banjir luapan Afvoer Watudakon mendapat respons Induk Hippa Mrican Kanan Jombang.

Sebagai langkah, induk  hippa sudah melayangkan surat kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas selaku pemilik kewenangan Afvoer Watudakon agar secepatnya melakukan normalisasi.

Ketua Induk Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) Mrican Kanan Jombang Burhanudin mengaku sudah berkirim surat kepada BBWS Brantas terkait banjir tahunan yang menggenangi ratusan hektare sawah di Jombang.

Pihaknya meminta BBWS Brantas segera melakukan normalisasi saluran.

”Karena itu, kami mengirim surat ke BBWS Brantas akhir Januari kemarin,” kata Burhanudin kepada Jawa Pos Radar Jombang, Minggu (4/2).

Dijelaskan, ada banyak pertimbangan pihaknya melayangkan surat itu ke pihak pemilik kewenangan saluran buang.

Di antaranya kondisi di saluran itu menjadi salah satu penyebab banjir ke lahan pertanian.

”Isi surat kami, normalisasi lanjutan di (saluran buang) Watudakon) dari mulai Dusun Beluk (Desa Jombok, Kecamatan Kesamben) ke hulu atau sampai Bendung Ingaskerep (Desa Kedungmlati, Kecamatan Kesamben,” imbuh dia.

Burhanuddin menerangkan, persoalan banjir lahan pertanian di Kecamatan Kesamben dan sekitarnya tak hanya sekali ini terjadi.

”Hampir setiap tahun ketika masuk musim penghujan selalu jadi langganan banjir,” terangnya.

Berdasarkan pengamatannya selama ini, ada tiga poin terkait kondisi Afvoer Watudakon.

Pertama sedimentasinya sudah terlalu tebal sehingga butuh dilakukan normalisasi.

Kedua, banyaknya tanaman keras seperti pohon tumbuh subur di kanan-kiri saluran hingga ke tengah. ”Terjadi penyempitan sehingga volume tampungan air berkurang,” tutur Burhanudin.

Ketiga, selama ini di hulu saluran belum pernah tersentuh normalisasi.

”Dua tahun lalu hanya di sekitaran Sipon Watudakon perbatasan Jombang dengan Kabupaten Mojokerto,” lanjut dia.

Diakui, banjir ke lahan pertanian setempat tak seluruhnya berasal dari luapan air saluran buang itu.

”Karena anak sungai Watudakon ini banyak, seperti Kedungbajul, Prodo, Budugkesambi, larinya ke Watudakon semua,” tutur Burhanudin.

Dampak yang dirasakan petani pada banjir kali ini, menurut dia, juga begitu luas. Hitungannya hampir 430 hektare lahan yang terendam.

”Ada yang mati juga tidak. Ketika usia tanaman di atas 20 hari masih bisa bertahan, tapi pertumbuhannya tidak bisa normal,” ujar dia.

Sementara tanaman yang baru saja ditanam atau berusia dua minggu, menurut dia, tak bisa diselamatkan lagi.

”Mau tidak mau petani harus tanam lagi,” tutur Burhanudin.

Sebab, banjir ke lahan pertanian berdampak signifikan. Ia berharap pemerintah bisa meminimalisir genangan air di musim hujan yang ke lahan pertanian produktif .

”Karena petani dituntut produktivitas tinggi, tapi kalau tidak diimbangi antisipasi banjir dari pemerintah jadi percuma, petani malah rugi,” kata Burhanudin.

Seperti diberitakan sebelumnya, luapan air dari Afvoer Watudakon dan Afvoer Kedungbajul merendam sedikitnya 180 hektare areal persawahan di Kecamatan Kesamben dan Kecamatan Peterongan.

Akibatnya, tanaman padi yang baru ditanam terancam mati alias harus tanam ulang.

Rinciannya, sekitar 130 haktare di Kecamatan Kesamben dan 50 hektare di Kecamatan Peterongan. Belakangan diketahui, puluhan hektare sawah di Kecamatan Tembelang juga tergenang banjir. (fid/naz/ang)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *