Desakita.co – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jombang kembali menggelar rapat kemarin (5/11).
Guna melanjutkan pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan (RIPK) 2024-2039.
’’Hari ini (kemarin) rapat koordinasi sekaligus menindaklanjuti nota bupati terkait dengan usulan Raperda rencana pembangunan kepariwisataan Jombang 2024-2039,’’ kata Ketua Bapemperda DPRD Jombang, Kartiyono.
Pembahasan terus dimaksimalkan lantaran kondisi Kota Santri sudah cukup jauh tertinggal dengan daerah tetangga.
’’Harus diakui, Kabupaten Jombang sudah cukup jauh tertinggal dalam sektor pariwisata.
Dan inilah momentum yang tepat menentukan arah tersebut selama 15 tahun ke depan,’’ tuturnya.
Minimnya destinasi wisata yang ada di Kabupaten Jombang lantaran belum ada grand design.
Jadi, hanya sebatas menyandang predikat Kota Santri namun tidak bisa memanfaatkan potensi yang ada.
’’Kita selama ini hanya menyandang predikat Kota Santri, tanpa mengetahui apa yang bisa dimaksimalkan dengan baik. Sebab selama ini kita belum memiliki grand design pariwisata,’’ ungkapnya.
Potensi yang dimaksud yakni banyaknya jumlah pondok pesantren yang ada di Kabupaten Jombang. Santri yang mengenyam pendidikan di Jombang mencapai angka 50.000.
’’Inilah yang ingin kami tegaskan terkait predikat Kota Santri, bukan hanya sebatas jumlah pondok pesantren saja yang banyak. 50.000 santri yang saat ini tinggal dan mengenyam pendidikan agama di Jombang ini juga aset potensial untuk pengembangan wisata,’’ urainya.
Puluhan ribu santri tadi dipastikan memiliki kedua orang tua atau wali santri. Apabila mereka melakukan sambang setahun dua kali, sudah sebanyak 200.000 kunjungan ke Kabupaten Jombang.
’’Padahal saat sambang bisa tiga sampai lima anggota keluarga yang ikut.
Akumulatifnya bisa mencapai 500.000 kunjungan per tahun. Potensi inilah yang harus ditangkap, dengan secepatnya membuat cetak biru atau blueprint wisata,’’ bebernya.
Dalam blueprint yang nantinya masuk dalam peraturan daerah (Perda), langkah-langkah strategis yang bisa diambil ketika kunjungan sambang bisa dilakukan.
’’Tugas kita kan bagaimana saat kunjungan tadi, mereka bisa betah berlama-lama di Jombang. Belanjakan uang di sini, bukan justru yang selama ini terjadi malah ke Mojokerto, Kediri, hingga Kabupaten Nganjuk,’’ ungkapnya.
Kondisi tersebut terjadi lantaran tidak ada atau minimnya potensi wisata yang bisa ditawarkan kepada wisatawan.
Sehingga, usai sambang mereka yang datang dari luar kota bahkan luar Jawa memilih mengunjungi daerah sekitar Jombang.
’’Poin paling krusial yakni harus ada arah yang jelas terlebih dulu.
Sehingga nantinya kita memiliki potensi wisata bukan hanya tingkat regional, namun juga internasional,’’ tegasnya.
Langkah-langkah strategis yang bisa diambil begitu blueprint jadi, dilakukan pemetaan jalan maupun panduan arah pembangunan pariwisata yang ada di Kabupaten Jombang.
’’Pembangunan dimulai darimana, lalu apa saja yang bakal dieksplorasi tentu menjadi pertanyaan tersendiri. Namun ketika dilakukan pemetaan jalan maupun panduan arah pembangunan pariwisata, semuanya tentu bukanlah hal yang sulit,’’ ungkapnya.(yan/jif)