Desakita.co – Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di Kabupaten Jombang kembali merebak.
Temuan Dinas Peternakan Kabupaten Jombang, total ada 323 sapi yang terjangkit. Bahkan, 11 di antaranya mati.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan Jombang Mochamad Saleh menyampaikan, jumlah kasus tersebut ditemukan dalam kurun waktu dua bulan terakhir.
Total ada 323 kasus, dengan rincian 282 kasus terjadi di Desember 2024 dan 41 kasus terjadi Januari 2025.
Dari jumlah 323 kasus sapi terjangkit PMK, 231 ekor saat ini masih dalam kondisi sakit.
Sementara 31 ekor terpaksa disembelih dan 11 ekor dinyatakan mati.
”Untuk yang sudah dinyatakan sembuh dari PMK ada 50 ekor sapi,” ujar dia ditemui Jawa Pos Radar Jombang, kemarin (4/1).
Baca Juga: Populasi Sapi di Jombang Capai 62 Ribu Ekor, Ini Langkah Dinas Peternakan Jelang Nataru
Dari pemetaaan kasus yang dilaporkan, penyebaran PMK terjadi di 19 kecamatan di Kabupaten Jombang.
Sementara dua wilayah yakni, Kecamatan Perak dan Kecamatan Tembelang dinyatakan zona putih alias bebas PMK.
”Untuk penyebaraan di wilayah paling banyak terjadi di Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Jombang, dan Kecamatan Diwek.
Untuk Kecamatan Tembelang sebelumnya ada 3 ekor sapi yang terjangkit. Namun saat ini sudah dinyatakan sembuh sehingga kasusnya nol,” katanya.
Ia menyampaikan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan penyebaran PMK merebak di dua bulan terakhir.
Yang utama yakni terkait peralihan musim kemarau ke musim penghujan yang menyebabkan kelembaban kandang meningkat.
”Kita telah mengantongi tiga penyebab utama, kenapa PMK ini muncul kembali dalam jumlah yang cukup lumayan ya di bulan Desember itu. Yang pertama karena memasuki musim hujan atau pergantian musim dari kemarau ke musim penghujan.
Dimana kalau musim hujan terjadi kelembaban tinggi,” jelasnya.
Kemudian, lanjutnya dengan masuknya musim penghujan, ia menilai menjadi penyebab kekebalan hewan terhadap semua penyakit kondisi akan menurun. Sehingga memudahkan penyebaran virus terjadi lebih cepat.
Tak hanya itu, ia juga menilai karena faktor vaksinasi.
Baca Juga: Tekan Inflasi Daerah, Dinas Peternakan Jombang Usung Program Si Diva Meraih Taliasih
Dimana seharusnya vaksinasi idealnya dilakukan enam bulan sekali dengan skala cakupan 80 persen populasi wilayah atau daerah tertentu. Akan tetapi saat ini masih rendah karena kemunculan PMK begitu cepat.
Meski begitu saat ini pihaknya telah melakukan upaya dini terkait penanganan penyebaran PMK di Jombang.
”Upaya dini yang dilakukan pertama, semua petugas kalau ada laporan dari masyarakat untuk segera ditindak lanjuti.
Kemudian, eliminasi penyebaran virus, maupun di kandang ataupun ada ditempat penampungan ternak, seperti di rumah potong maupuan pasar. Kemudian penyemprotan disinfektan ini yang mulai kita lakukan.
Termasuk upaya menggencarkan vaksinasi yang minggu depan akan kita lakukan di Pasar Kabuh,” jelasnya.
Saleh menyebut, hingga saat ini tidak ada gejala baru yang dilaporkan para peternak sapi.
Akan tetapi, untuk gejala utama PMK tetap sama, yakni sapi mengalami demam. Kemudian mulut berliur dan luka-luka di mulut serta sakit di kaki. Kondisi ini juga membuat kepincangan dikaki sapi.
”Tapi gejala inikan ada maksimalis dan minimalis. Nah ada laporan juga jika gejala yang terjadi saat ini minimalis, dimana air liur dari mulut sapi itu tidak banyak. Kemudian, nafsu makannya menurun dan juga gejala lepuh-lepuh berkurang.
Ini bisa dimungkinkan karena adanya sisa-sisa kekebalan dari vaksinasi sebelumnya.
Tetapi karena kekebalan di bawah ambang batas yang ditentukan akhirnya gejala dasar tersebut masih timbul,” pungkasnya. (ang/fid)