Pendidikan

Perjuangan Guru Asal Sukorame Lamongan, 16 Tahun Mengajar di SDN Terpencil di Jombang

×

Perjuangan Guru Asal Sukorame Lamongan, 16 Tahun Mengajar di SDN Terpencil di Jombang

Sebarkan artikel ini
Suyanto guru asal Desa Sukorame Lamongan mengajar di SDN Sumberaji 2 Kabuh.

Desakita.co – Suyanto Dwi Atmojo guru asal Desa Sukorame, Kabupaten Lamongan menempuh perjalanan jauh ke SDN Sumberaji 2 Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jonbang tempat mengajarnya.

Itu dilakukan Suyanto, selama 16 tahun atau sejak 2007 silam. Hujan dan jalanan becek bukan menjadi rintangan Suyanto untuk mengabdikan diri.

’’Sekarang jalannya lebih bagus. Yang masih rusak hanya sekitar dua kilometer,’’ kata guru kelas 5 SDN Sumberaji 2 yang akrab disapa Yanto ini.

Dijelaskan, jarak dari rumah ke sekolah, kurang lebih 15 kilometer. Saat awal mengajar, ia berangkat pukul 06.00 WIB sampai di sekolah pukul 07.30 WIB.

Suyanto, lulus PGSD dari Univestias PGRI Malang 2007. Setelah lulus, ia mencoba mencari tempat mengajar.

Takdir membawanya ke SDN Sumberaji 2 Kabuh yang kebetulan sedang mencari guru.

Saat itu, hanya ada kepala sekolah dan guru PAI saja. Guru kelas tidak ada sama sekali.

Panggilan hati untuk mengisi kekosongan itu. Selama dua tahun, ia berangkat sendirian dari rumah ke sekolah.

Saat kemarau berdebu, kala musim hujan berlumpur. ’’Suering jatuh terpeleset,’’ ucapnya.

Mulai 2009, ia punya teman yang penempatan di SDN Sumberaji 2.

Sejak saat itu, ia punya teman bekerjasama. Saling dorong ketika motor yang dinaikinya terjerembab.

’’Surung-surungan kalau pas musim hujan, karena jalannya becek,’’ tambahnya.

Di dalam tasnya tidak hanya ada buku untuk bahan ajar. Tapi juga sepatu, dan baju ganti.

Bersiap-siap jika bajunya kotor karena terkena lumpur.

’’Setiap hari setelah pulang mengajar, saya selalu mencuci motor.

Apalagi kalau musim hujan,’’ jelas pria kelahiran Lamongan 18 Juli 1983 tersebut.

Saat ini kondisinya lebih baik, jalanan tidak lagi separah dulu.

Hanya kurang lebih dua kilometer saja yang masih belum bagus.

Selama 15 tahun menjadi guru honorer, gajinya pas-pasan.

Ditambah tunjangan SD Rp 150 ribu. ’’Dibilang cukup ya dicukup-cukupkan,’’ ungkapnya.

Ia mencari penghasilan tambahan menjadi petani.

Pada 2021, ketika usianya sudah 38 tahun, memiliki istri dan anak, ia mengikuti seleksi PPPK.

’’Alhamdulillah diterima dan mendapatkan SK 2022,’’ jelasnya.

Diluar gaji PPPK, ia juga mendapatkan tunjangan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang Rp 500 ribu per bulan, yang diberikan tiga bulan sekali.

Kondisi yang sama juga dialami Karsono, guru SMPN 3 Plandaan, atau yang dulu disebut SMPN Satu Atap Jipurapah.

Warga Purisemanding Kecamatan Plandaan ini mengajar sejak 2010. Ia diangkat menjadi PNS 2014.

’’Sering sekali saya mengajukan mutasi, tapi belum disetujui sampai sekarang,’’ ucapnya.

Perjalanannya menjadi guru dimulai dengan menjadi GTT Bahasa Inggris di SDN Darurejo 1 tahun 2002.

Tahun 2010 ia dipindah ke SMPN Satu Atap Jipurapah.

Dari rumahnya menuju sekolah, kurang lebih tujuh kilometer.

Lama perjalanan juga ditentukan musim. Saat musim kemarau, perjalanan Karsono lebih cepat, 20-30 menit sudah sampai.

Namun berbeda jika musim hujan, bisa sampai 45 menit.

’’Karena jalannya jembrot jadi harus pelan-pelan sekali,’’ katanya.

Dari Purisemanding, ia lewat Plabuhan kemudian melintas di Pojokklitih baru sampai di Jipurapah.

’’Dulu harus melewat jembatan gantung, lewat jalan setapak melewati Kedung Cinet, bahkan pernah meyebarang sungai,’’ tambahnya.

Pada 2014, ia satu-satunya guru PNS di SMPN 3 Plandaan.

Baru tahun 2019 ada tambahan guru IPA. ’

’Di sana tidak ada tenaga struktural. Sehingga saya merangkap sebagai guru, wakil kepala dan operator,’’ tegasnya. (wen/jif/ang)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *