Desakita.co – Petilasan Damarwulan sudah menjadi ikon Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh.
Banyak pengunjung dari berbagai daerah datang ke Desa Sudimoro untuk melihat langsung petilasan sinopati Kerajaan Mojopahit yang menurut cerita berhasil memenggal kepala Raja Blambangan, Minakjinggo.
Pemerintah desa pun getol mengembangkan potensi wisata budaya ini dengan rutin menggelar kegiatan-kegiatan seni budaya.
”Petilasan Damarwulan ini menjadi salah satu ikon Sudimoro,” kata Achmad Rony Fatawi, Kepala Desa Sudimoro.
Petilasan Damarwulan yang berada di tengah persawahan Senin (15/1) kemarin.
Namun, sejumlah masyarakat yang beraktivitas di pendopo Petilasan Damarwulan begitu khidmat.
Ya, Petilasan Damarwulan memang dibuka untuk umum.
Kemarin, ada sejumlah guru yang sedang melakukan rapat di pendopo petilasan.
Pendopo sering dipakai untuk agenda rapat, hingga untuk tempat berteduh petani setelah bekerja di sawah sekitar petilasan.
Lokasinya bersih dan hijau dan luas, pepohonan sudah tumbuh besar setelah dipugar beberapa tahun lalu.
Juga ada beberapa spot foto yang instagramable bagi para muda-mudi.
Pemdes Sudimoro juga memiliki pokdarwis (kelompok sadar wisata) yang beranggotakan 15 orang.
”Anggotanya dari unsur tokoh masyarakat dan tokoh pemuda. Pokdarwis sudah terbentuk sejak 2022,” imbuh Rony.
Sejak ada pokdarwis kegiatan di Petilasan Damarwulan lebih tertata.
Jumlah pengunjung meningkat, bahkan kegiatan nguri-uri kebudayaan Jawa di Sudimoro juga semakin meriah setiap tahunnya.
”Tugas pokdarwis adalah untuk mengenalkan potensi wisata desa ke seluruh masyarakat,” jelas Rony.
Sudimoro punya ciri khas sendiri dalam melestarikan budaya.
Yaitu ada pagelaran wayang kulit yang diselenggarakan setiap Jumat Pahing pada bulan Agustus. Dimulai sejak pagi dengan bancaan, dan kirim doa untuk para leluhur.
Setelah itu malam harinya pagelaran wayang kulit.
”Itu sudah sejak dulu, jadi agenda rutin tahunan, setiap jumat pahing pada bulan Agustus,” jelasnya.
Sedangkan pada bulan September, Pemdes Sudimoro juga mengadakan kirab budaya, dengan tumpeng hasil bumi yang diarak dari kantor desa ke Petilasan Dhamarwulan.
Setelah sampai di petilasan, tumpeng bakal ditukar antarkelompok dan dinikmati bersama.
”Ini sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki hasil bumi yang telah diberikan,” pungkasnya. (wen/naz/ang)