Desakita.co – Salak pondoh menjadi salah satu komoditas unggulan warga yang tinggal di lereng Gunung Anjasmoro Wonosalam.
Salah satunya ditekuni Zaenal Arifin, warga Desa/Kecamatan Wonosalam yang sudah belasan tahun membudidayakan salak pondoh organik.
Salak hasil panen dari kebunnya memiliki ciri khas daging tebal dan rasa yang lebih segar dan manis.
”Ini jenis salak pondoh khas Wonosalam memang dagingnya tebal dan lebar segar serta rasanya manis,’’ ujar dia sembari merawat tanamannya di kebun, Rabu (16/10) siang.
Ia mengatakan, ada beberapa cara agar tanaman salak bisa menghasilkan buah yang berkualitas unggul.
Pertama, rutin melakukan pruning atau pemangkasan batang pohon secara berkala. Kedua, memangkas, bakal buah atau tunas di pohon.
Zaenal selalu menyisahkan 10 tangkai per pohonnya. Selebihnya, ia potong karena dapat mengurangi kualitas buah. ”Ya, sementara yang lain di potong saja,’’ tambahnya.
Di kebunnya seluas 100 x 10 meter persegi, ada sekitar 150 rumpun pohon salak yang produktif.
Salak merupakan jenis tanaman yang tak kenal musim. Asalkan dirawat dengan baik, salak bisa dipanen sepanjang tahun.
”Kalau di sini rutin panen setiap tiga bulan sekali,’’ papar dia.
Dalam sekali panen, Zaenal bisa mendapatkan hasil sekitar 3 kilogram salak per rumpun pohon.
Artinya, dengan jumlah pohon sebanyak 150 rumpun pohon yang produktif, ia bisa mendapatkan sekitar 450 kilogram setiap panen.
”Tapi kadang itu tidak menentu, kadang bisa lebih dan juga bisa kurang,’’ papar dia.
Saat ini harga salak pondoh Wonosalam juga bersaing di tingkat pasar. Mulai Rp 3.500 per kilogram hingga Rp 5 ribu per kg.
”Harga salak sekarang karena musim panen raya mulai Rp 3.500 per kg dari petani. Tapi kalau yang besar-besar itu Rp 5 ribu per kg,’’ papar dia.
Sementara itu, salah satu ciri khas salak pondoh yang dibudidayakan Zaenal Arifin, warga Desa/Kecamatan Wonosalam adalah buahnya yang segar dan tidak mudah busuk.
Ini setelah, dirinya konsisten menggunakan pupuk bokasi dari kotoran ternaknya.
Baca Juga: Mencicipi Durian Upit Khas Desa Wonomerto Wonosalam Jombang, Bentuknya Mungil Tapi Rasanya Mantap
”Ya, sejak awal saya konsisten menggunakan pupuk bokasi.
Selain lebih hemat karena tidak perlu merogoh kocek untuk membeli pupuk kimia, dari segi pemanfaatan juga ramah lingkungan,’’ ujar dia Zaenal kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Zaenal menyampaikan, dari segi kualitas, buah yang memanfaatkan pupuk bokasi lebih segar dan tidak mudah busuk.
Bahkan, sebagian pelanggan mengaku jika salak hasil budi daya kebun Zaenal segarnya lebih tahan lama dibandingkan salak yang dijual di pasaran.
”Kalau pakai pupuk kimia, memang lebih cepat panen. Tapi buahnya cepat busuk,’’ tandasnya.
Dalam memasarkan buahnya, Zaenal lebih sering menjual di depan rumahnya yang berada di pinggir jalan raya Wonosalam.
”Saya jual sendiri, karena sebagian pengunjung juga ada yang ingin memetik langsung dari kebun,’’ pungkasnya. (ang/naz)