Uncategorized

Seminggu Terendam Banjir, Padi di Desa Kedungbetik dan Desa Ngrandulor Jombang Mati, Petani Terpaksa Tanam Ulang

×

Seminggu Terendam Banjir, Padi di Desa Kedungbetik dan Desa Ngrandulor Jombang Mati, Petani Terpaksa Tanam Ulang

Sebarkan artikel ini
TANAM ULANG: Kondisi tanaman padi usai seminggu terendam banjir di Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben selain rusak juga mati, Jumat (27/1).

Desakita.co – Petani di Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben dan Desa Ngrandulor, Kecamatan Peterongan, hanya bisa mengelus dada.

Ini setelah tanaman padi banyak yang rusak hingga mati setelah seminggu terendam banjir. Akibatnya, mereka harus tanam ulang.

Salah satunya diungkapkan Sapuan, salah satu petani Desa Ngrandulor, Kecamatan Peterongan. Sejak tiga hari terakhir, air yang membanjiri lahan pertaniannya surut.

Kondisi tanaman padi juga sudah terlihat. ”Tapi banyak yang mati,” katanya kemarin.

Sawah miliknya berada di Dusun Kepuhsari. Lokasinya berbatasan langsung dengan Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben.

”Sama-sama kena banjir seminggu, sekarang padinya mati semua,” imbuh dia.

Sementara, ia membiarkan tanaman padinya yang sudah berusia 24 hari mati di pematang sawah. Sebab, sampai sekarang masih bingung mencari bibit.

”Jelas tanam ulang, nggak bisa diselamatkan lagi, mau buat persemaian lagi sudah tidak bisa,” keluh Sapuan.

Hal serupa juga diungkapkan Sumarto petani asal Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben. Sawah miliknya seluas 2.800 M2 juga terendam air.

Namun tidak semua tanaman padi mati. ”Tinggal sedikit yang masih hidup, jelas tanam ulang,” ujarnya.

Diakui, rata-rata tanaman padi yang terdampak banjir berusia dua minggu. Dan terendam banjir selama seminggu.

”Yang parah di Kedungmlati, banjirnya lebih luas dan surutnya juga terakhir,” imbuh dia.

Karena itu tidak ada pilihan lain harus tetap tanam ulang. Salah satu opsinya, tak lagi menebar benih di persemaian.

”Padi di sawah yang tidak terendam dijebol, ditanam lagi di sini,” ujarnya sambil menunjuk ke sawah miliknya.

Terpisah, Kades Kedungbetik Said Mashar, tak menampik hal ini. Sejak Rabu banjir memang sudah surut, tapi tanaman padi banyak yang rusak.

“Sehingga petani harus tanam ulang,” katanya.

Sebagai tindak lanjut, dua saluran buang Afvour Watudakon dan Afvour Kedungbajul yang meluap. Pertemuan dengan kades-kades di Kecamatan Kesamben telah dilakukan.

”Teman-teman mengusulkan supaya BBWS Brantas melakukan normalisasi, khususnya Afvour Watudakon dari hulu sampai hilir,” tegas dia.

Sementara itu, Kades Kedungmlati Mariyati, menyampaikan di sepanjang saluran kondisinya banyak tumbuh tanaman keras.

”Pohonnya tidak hanya di samping atau tanggul, tapi sampai ada yang di tengah sungai,” beber dia.

Di wilayahnya saja, sejumlah pohon yang berada di tanggul ambruk ke tengah sungai. Hal ini mengakibatkan aliran saluran terhambar.

”Pohonnya ini besar-besar, ada trembesi, klampis, watu sampai sukun,” imbuhnya.

Beberapa pohon yang menumbat sudah dipotong. Namun, tak bisa menyeluruh karena debit air masih tinggi.

”Saya juga heran, apakah dulu ditanami warga atau saking lamanya tidak dinormalisasi, sampai ada yang di tengah sungai,” pungkas Mariyati. (fid/bin/ang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *