Desakita.co – Perayaan hari jadi Desa Karangdagangan, Kecamatan Bandarkedungmulyo ke-979 tahun berlangsung meriah. Berbagai kegiatan digelar mulai kirab budaya hingga pertunjukan kesenian tradisional. Salah satu yang unik, yakni ritual Piuning Sapta Tirta.
”Alhamdulillah, warga sangat antusias. Kita juga ada ritual Piuning Sapta Tirta, ini juga sekaligus melestarikan tradisi,” terangnya Kepala Desa Karangdagangan Tambit kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Ritual Piuning Sapta Tirta, yakni ritual pengambilan air suci dari tujuh sumber mata air yang ada di Desa Karangdagangan dan Kabupaten Tuban. ”Kedua wilayah tersebut diyakini memiliki ikatan sejarah Ronggolawe yang berkaitan dengan sejarah Desa Karangdagangan dari para leluhur secara turun temurun,” terangnya.
Dari tujuh lokasi sumber mata air tersebut, dua ada di Desa Karangdagangan, yakni air dari Sendang Panguripan dan Sumur Panguripan yang ada di Dusun Karangturi. Sedangkan lima lokasi lainnya tersebar di wilayah Kabupaten Tuban. Masing-masing lokasinya yaitu air suci dari sumur makam Mbah Imron, makam Mbah Syekh Abdullah Sajad, Dampo Awang serta air sumur keramat yang berada di Desa/Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban. ”Satu lokasi air suci lainnya merupakan air dari Ronggolawe yang berada di Kelurahan Kutorejo, Kecamatan/Kabupaten Tuban,” imbuhnya.
Seluruh air yang diambil dari tujuh sumber mata air suci tersebut lantas disebut sebagai Air Tirto Wening yang akan dikirab pada saat acara puncak hari jadi, Kamis (14/8). Air tersebut akan disiramkan ke tumpeng gunungan hasil bumi dan jajan tradisional yang telah dikirab warga setempat mengelilingi wilayah desa. Seluruh tumpeng tersebut lantas diperebutkan oleh para pengunjung yang hadir. ”Air Tirto Wening juga dipercaya oleh sebagian besar masyarakat dapat membawa khasiat tersendiri jika dikonsumsi setelah dikirab,” ungkapnya.
Selama pelaksanaan kirab budaya, seluruh peserta diwajibkan mengembalikan hakikat sebenarnya dari perayaan hari jadi desa secara tradisional. ”Kami mewajibkan para peserta untuk memakai pakaian tradisional adat jawa dan membawa tumpeng gunungan secara tradisional pula,” terang Tambit.
Acara kirab budaya dilaksanakan tanpa adanya peserta yang berjoget-joget serta membawa tumpeng gunungan tanpa kendaraan bermotor. Tujuannya untuk lebih menghormati para leluhur serta lebih memaknai budaya tradisional itu sendiri. ”Kami selaku perwakilan dari jajaran pemdes memiliki komitmen dalam terus merawat tradisi ini supaya tidak punah dan dapat dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya agar dapat terus lestari,” pungkas Tambit. (dwi/naz)