Asal-Usul

Asal-usul Desa Plandi Jombang: Dulunya Hutan Lamtoro Lebat, Dibabat Pasukan Pangeran Dipenogoro

×

Asal-usul Desa Plandi Jombang: Dulunya Hutan Lamtoro Lebat, Dibabat Pasukan Pangeran Dipenogoro

Sebarkan artikel ini
KLASIK: Sjaichuddin, 81 cicit Kiai Sadrani menunjukan sebuah pusaka dan kitab kuno dirumahnya Dusun/Desa Plandi Kecamatan Jombang kemarin.

Desakita.co – Berbicara tentang asal usul Desa Plandi, Kecamatan/Kabupaten Jombang, tak bisa dilepaskan dengan sosok kiai Sadrani.

Dia dikenal sebagai sosok pembabat alas Desa Plandi, Kecamatan Jombang.

Cerita yang dihimpun, Mbah kiai Sadrani adalah pasukan Pangeran Dipenogoro.

Ia melarikan diri ke Desa Plandi sekitar 1840 karena benteng Belanda di daerah Kudus cukup kuat.

”Ia lari ke timur disini (Desa Plandi) bersama dua orang temannya. Jadi yang mbabat alas ada tiga, yakni mbah Sadrani dan dua orang yang pergi ke Malang,’’ ujar Sjaichuddin, 81 cicit Kiai Sadrani ditemui di rumahnya.

Lantas kenapa dinamakan Desa Plandi?

Ia menceritakan sejak awal datang ke desa itu, dulunya wilayah Desa Plandi dipenuhi hutan yang didominasi pohon Lamtoro atau warga setempat menyebutnya Kemlandingan.

”Disitulah kemudian dinamakan Desa Plandi,’’ pungkasnya.

Kiai Sadrani meninggalkan beberapa pusaka dan kitab yang hingga kini masih terawat.

Mulai keris hingga kitab kitab kuno tulisangan tangan yang dibuat pada abad 17 masih ada di rumah Sjaichuddin.

”Ini semuanya peninggalan Mbah kiai Sadrani. Sudah turun temurun sejak kakek saya,’’ tambahnya.

Dengan hati-hati, bapak tujuh anak ini kemudian menunjukan sejumlah benda peninggalan Kiai Sadrani dari sebuah kota kayu dengan kunci kuningan yang masih terawat.

Begitu dibuka, aroma kuat dari kapur barus seketika mengelilingi ruang tamu siang itu.

”Saya beri kapur barus supaya tidak didekati rayap atau hewan lainnya,’’ teragnya.

Pusaka itu, berupa keris tua yang masih lengkap dengan warongkonya.

Menurut cerita dari keluarganya, keris itu dibuat pada abad 17 atau akhir tahun 1700 oleh empu yang ada di Mataram daerah Yogyakarta.

“Saya tidak tahu ini keris namanya keris apa. Namun yang jelas ini pusaka yang masih tersisa,’’ jelas dia.

Selain keris, ada juga tiga kitab kuno tulisan tangan pegon alias huruf arab gundul tanpa harakat.

Uniknya, jika diterawang dengan senter dibalik kertas itu muncul sebuah lambang Belanda.

”Kitab ini menceritakan tentang nabi-nabian dan juga ilmu yang mempelajari tentang bahasa arab,’’ terangnya. (ang/bin/ang)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *