Lifestyle

Tak Lelah Berjuang, Begini Cerita Warga Asli Jombang yang Kini Dapat Beasiswa Kuliah di Inggris

×

Tak Lelah Berjuang, Begini Cerita Warga Asli Jombang yang Kini Dapat Beasiswa Kuliah di Inggris

Sebarkan artikel ini
Qorry Aina Irfan yang kini kuliah di Inggris

Desakita.co – Dua kali gagal menikuti tes beasiswa untuk kuliah di luar negeri, tak menjadikan semangat Qorry Aina Irfan pupus. Perempuan asal Jombang kini tengah menempuh pendidikan magister di Inggris menggunakan beasiswa LPDP.

Lahir di Kudus pada 16 Juni 1995, Qorry dibesarkan di lingkungan pesantren, tepatnya di PP Al-Hamidiyyah Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang. Kini ia tinggal di Bristol, Inggris, untuk menempuh pendidikan S2 di Jurusan Public Policy, University of Bristol sejak 2024.

Tak mudah bagi Qorry untuk sampai di titik ini. Meski telah mengantongi Letter of Acceptance (LoA) dari kampus impiannya, ia sempat gagal dalam proses wawancara beasiswa LPDP sebanyak dua kali. Baru pada percobaan ketiga, dengan dukungan penuh dari suami Mohammad Tajuddin Malik, orang tua M Irfan Sholeh dan Siti Fatihah, serta para gurunya, ia akhirnya berhasil meraih beasiswa prestisius dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), yang dananya berasal dari rakyat Indonesia. ”Saya merasa sangat bertanggung jawab. Negara sudah mengeluarkan biaya yang besar untuk pendidikan saya. Semoga ilmu yang saya dapat barokah dunia akhirat dan bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujar Qorry.

LPDP bisa diikuti melalui berbagai jalur, seperti jalur reguler, targeted, aformatif. Qorry yang bertugas di Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden mengikuti seleksi jalur targeted PNS. Tahapannya, mulai dengan seleksi administrasi, di antaranya IELTS dan rekomendasi dari instansi.  ”Alhamdulillah instansi saya mendukung SDM-nya untuk berkembang,” katanya. Setelah lulus seleksi administrasi, tahap kedua adalah tes bakat skolastik, jika tidak memiliki LoA. Tahap ketiga adalah wawancara.

Ia pun berbagi pesan bagi para pelajar Indonesia yang ingin meraih beasiswa dan kuliah di luar negeri. Selain persiapan administratif seperti IELTS dan dokumen kampus, yang terpenting adalah kesiapan mental dan spiritual. ”Harus siap gagal berkali-kali, harus berani mencoba. Dan pastikan mendapat restu keluarga, terutama pasangan,” katanya.

Qorry merupakan lulusan Departemen Ilmu Politik Fisip Universitas Indonesia tahun 2017. Sebelumnya ia menempuh pendidikan di MAN Insan Cendekia Serpong, MTsN 3 Jombang Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas, SD Plus Darul Ulum, dan TK Muslimat NU II Bahrul Ulum.

Ia memilih Inggris karena negara tersebut menjadi pionir dalam konsep evidence-based policymaking (EBPM), pendekatan yang sangat relevan dengan studi kebijakan publik yang kini ia tekuni. Selain itu, program S2 di Inggris hanya memakan waktu satu tahun, yang menurutnya penting karena ia harus berjauhan dengan suami dan anaknya yang masih kecil, Mohammad Izzunabih Fadlu Irfan.

Usai merasakan menempuh pendidikan di Indonesia, dan kini menempuh pendidikan di Inggris, yang menurutnya sangat berbeda adalah tuntutan untuk belajar mandiri. Di Inggris terdapat dua macam kelas, yakni lecture dan seminar di setiap minggunya. Lecture adalah kelas besar di mana dosen memberikan ceramah. Sementara seminar adalah kelas kecil di mana dosen akan memfasilitasi diskusi pada satu isu. ”Di kelas seminar, kalau kita tidak mempersiapkan diri, kita jadi tidak bisa engage di kelas,” katanya.

Dengan demikian, persiapan sebelum seminar harus sungguh-sungguh, dengan membaca bahan serta menyiapkan argumen atau kritik terhadap bacaan tersebut.  ”Karena yang saya pelajari adalah ilmu sosial, sering banget saya berpikir apakah yang saya sampaikan ‘make sense‘. tapi itu wajar saja sebagai bagian dari belajar,” jelasnya.

Ia juga mengambil hikmah, semakin belajar, semakin banyak hal yang belum diketahui. ”Jadi benar-benar memaknai mengapa Nabi Muhammad SAW. mengutus umatnya untuk belajar dari buaian hingga liang lahat,” katanya.

Qorry juga aktif di luar perkuliahan. Ia rutin berkumpul dengan komunitas muslim di Bristol, sesekali menghadiri kegiatan PCINU UK, dan menjalin keakraban dengan diaspora Indonesia lainnya.

Salah satu pengalaman yang paling membekas baginya adalah saat mengikuti aksi damai dukungan untuk Palestina di kota Bristol. ”Dukungan masyarakat di sini sangat besar. Bahkan ada museum khusus tentang Palestina,” katanya.

Namun, perjalanan menuntut ilmu di luar negeri tak lepas dari tantangan. Culture shock sempat dirasakan saat baru tiba, terutama dalam urusan mencari makanan halal dan kekhawatiran soal aksen Bahasa Inggrisnya. ”Awalnya saya khawatir tidak bisa dimengerti, tapi ternyata banyak aksen berbeda di sini, dan perbedaan justru dihargai,” jelasnya. Termasuk tidak bisa membeli daging halal di sembarang tempat, dan mengetahui jika orang-orang UK, suka membaca di mana pun.

Menurut Qorry, yang paling menantang adalah berpisah dengan keluarga. ”Saya pikir hanya setahun, pasti bisa. Tapi ternyata tidak semudah itu. Alhamdulillah sempat pulang saat spring break,” katanya.

Kini, dengan tekad yang kuat dan semangat yang tak pernah padam, Qorry melangkah mantap mengukir ilmu di negeri orang. Cita-citanya sederhana namun dalam: menjadi ibu yang menyenangkan dan manusia yang bermanfaat bagi sesama. (wen/naz)

 

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *