DesaKita.co – Dalam pusaran perubahan zaman dan derasnya arus modernisasi, sosok KH M Haris Munawir, ketua Pengurus Daerah (PD) Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Jombang sekaligus Wakil Ketua PCNU Jombang tetap teguh pada jalur perjuangan dakwah dan pengabdian.
Dia menekankan ilmu agama dan umum harus berjalan beriringan.
Lahir dari keluarga pesantren, dia mewarisi nilai-nilai keislaman tradisional yang kuat.
Namun tak menutup mata pada kebutuhan masyarakat akan pemahaman lintas bidang, termasuk teknologi dan ilmu umum.
Kini, KH M Haris Munawir dalam kiprahnya terus mewarnai wajah keislaman moderat di tanah pesantren ini.
Warisan Ulama dan Perjalanan Pendidikan
KH Haris Munawir lahir 12 Agustus 1965 dari pasangan KH Munawir Soleh dan Hj Jariyah Rohmad di Dusun Pedes, Desa Sukorejo, Perak, Jombang.
Keluarga yang dikenal mengasuh Pondok Pesantren Pedes di Jombang. Sulung dari tiga bersaudara ini mengenyam pendidikan formal di SDN Sukorejo, Perak, lulus 1977.
Baca Juga: Tak Lelah Berjuang, Begini Cerita Warga Asli Jombang yang Kini Dapat Beasiswa Kuliah di Inggris
”Lalu saya melanjutkan ke MTsN 4 dan tamat MAN 4 di lingkungan Ponpes Mambaul Maarif Denanyar lulus tahun 1985,” kata KH M. Haris Munawir kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Jalan hidupnya tak berhenti di sana. Ia memilih melanjutkan studi agama secara intensif di Pondok Pesantren Darussalam, Dusun Sumbersari, Desa Kencong, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri asuhan KH Imam Faqih Asy’ari.
’’Beliau salah satu murid langsung dari hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan pesantren Lirboyo,’’ tuturnya. Di pesantren salaf ini, Gus Haris menempuh pendidikan hingga tahun 1992.
’’Belajar di pondok salaf itu seperti mengulang sekolah, tapi fokus pada pendidikan agama. 100 persen agama,’’ ujarnya.
Mendirikan Pesantren dan Mengabdi untuk Umat
Setelah menyelesaikan pendidikan pada 1994, dia menikah dengan Hj Imroatul Fauziah. Tiga tahun kemudian, Gus Haris memutuskan meneruskan pesantren keluarga sekaligus mendirikan Pondok Pesantren Mamba’ussalam Al-Munawir di Dusun Pedes.
Nama pondok tersebut merupakan gabungan dari dua nama pesantren yang sangat berkesan dalam hidupnya, Mambaul Ma’arif Denanyar dan Darussalam Sumbersari serta nama sang ayah, KH Munawir.
’’Nama ini hasil doa dan petunjuk guru spiritual saya. Harapannya, pondok ini membawa barokah dari guru-guru saya dan orang tua saya,’’ tuturnya. Peresmian pondok ini istimewa karena dihadiri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Agama dan Ilmu Umum Harus Berjalan Seiring
Gus Haris percaya ilmu agama adalah fondasi. Namun perlu ditopang dengan ilmu umum agar umat Islam dapat menjawab tantangan zaman.
Ia mengibaratkan ilmu agama seperti sarung yang menutup aurat, tetapi tetap perlu sabuk agar tidak terlepas. ’’Zaman sekarang kompleks. Maka pemahaman terhadap ilmu umum juga penting,’’ tegasnya.
Keteladanan ini tentu menjadi inspirasi banyak kalangan, terutama generasi muda pesantren, untuk terus menjaga nilai-nilai tradisi, namun tetap terbuka terhadap perubahan. (fid/jif)