Pendidikan

Profil Muhamad Khoiri Kepala SMPN 1 Jogoroto: Mengajar Sejak 1998, Tugas Pertama di Sulawesi

×

Profil Muhamad Khoiri Kepala SMPN 1 Jogoroto: Mengajar Sejak 1998, Tugas Pertama di Sulawesi

Sebarkan artikel ini

Desakita.co – Kepala SMPN 1 Jogoroto sekaligus Bendahara Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMPN Jombang, Muhamad Khoiri SPd, pernah bertugas di Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan.

Berangkat mengajar mendaki dan berjalan ditengah lumpur sudah menjadi hal biasa baginya.

’’Saya pernah mengajar di SMPN Satu Atap Jipurapah, Plandaan.

Sejauh-jauhnya SMP Satu Atap Jipurapah, masih lebih jauh Tana Toraja, jadi yang ada saat ini hanya bersyukur,’’ kata pria kelahiran Jombang 9 Juni 1969 ini.

Khoiri besar di Desa Kampungbaru Kecamatan Plandaan. Lulus SDN Kampungbaru 1983.

Kemudian melanjutkan pendidikan ke MTsN 14 Jombang di Kecamatan Megaluh.

Setiap hari ia harus menyeberang sungai Brantas untuk sampai di madrasah.

Lulus MTsN 14 Jombang 1986, ia kemudian melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1 Jombang. Dari Kampungbaru ke SMAM, ia tempuh dengan ngontel.

Lulus SMAM 1989, ia awalnya tak memiliki angan-angan untuk kuliah.

Termotivasi oleh teman-temannya, dia kemudian melanjutkan di UPJB jurusan Pendidikan Matematika.

’’Bareng sama teman kuliahnya. Kalau gak gitu, saya tidak punya motivasi sama sekali untuk kuliah,’’ kata warga Desa Sengon Kecamatan Jombang tersebut.

Baca Juga: Intip Profil Sunarsih Atlet Softball Nasional yang Kini Jadi Guru di SMPN Sumobito Jombang

Lulus kuliah, ia mengikuti tes CPNS. Dua pilihan ia ambil semua, ditempatkan di Jawa dan ditempatkan di luar Jawa.

Penempatan pertamanya di Tana Toraja Sulsel pada 1998.

Ia ditempatkan di SMPN 6 Mengkendek yang berada jauh dari pusat kecamatan.

’’Dari kantor kecamatan sekitar 6 kilometer. Empat kilometer bisa naik len, dua kilometer pendakian jalan kaki,’’ bebernya.

Pengalaman pertamanya menjadi ASN sangat berkesan. Tinggal di lingkungan 99 persen non muslim, tapi di sana saling menghargai, serta toleransi yang tinggi.

Di sana, Khoiri tinggal di gedung kesenian yang berada di sekolahnya.

Bersama 18 kawannya yang sama-sama masih muda dan masih bujang kala itu.

’’Ruang kesenian itu disekat-sekat, saya bersama 18 teman saat itu, rame-rame,’’ jelasnya.

Di Tana Toraja, Khoiri juga berbaur dengan warga. Ia ikut bertani, hingga akrab dengan petani di sekitar tempat tinggalnya. Yang paling berkesan, ia mengajarkan petani kubis untuk naik motor.

Setiap Jumat pagi, motor yang dibeli petani tersebut diletakkan di sekolah Khoiri agar bisa digunakan untuk salat Jumat ke masjid yang berada di dekat kecamatan.

’’Di sana 99 persen masyarakat non muslim, hanya 77 KK (kepala keluarga) yang muslim. Masjid sangat jarang, kalau mau jumatan jauh,’’ jelasnya.

2000 ia menikah dengan Dra Ipuk Purwandari yang kini guru SMPN 2 Jombang.

Sejalan dengan itu, Khoiri mengurus mutasi ke Jombang. 2001 ditempatkan di SMPN 1 Plandaan. Ia juga membantu mengisi kekosongan guru di SMPN Satu Atap Jipurapah, mulai 2007.

Perjalanan ke SMPN  Satu Atap Jipurapah juga tak mudah kala itu. Jalanan belum mulus.

Baca Juga: Profil Soeharto Ketua PMI Kabupaten Jombang: Perintis Berdirinya PMI Jombang, Aktif Sejak 1980

Ia masih berjibaku dengan lumpur setiap musim hujan. Siswa juga masih belajar di ruang tamu warga.

’’Jalan masih berlumpur, tapi saya senang, bagi saya itu sudah jadi hal biasa. Karena di Tana Toraja lebih parah,’’ katanya.

Hanya saja, kalau musim ulat, ia memilih untuk mengganti jam mengajar daripada memaksa harus berangkat ke Jipurapah.

’’Karena saya geli sama ulat. Saya lebih baik pulang karena ulat sangat banyak, nanti saya ganti jam mengajar siang sampai sore,’’ ungkapnya.

Pada 2014, ia dimutasi ke SMPN 1 Ploso. Di sana, ia dimotivasi sejumlah temannya untuk mengikuti tes calon kepala sekolah.

’’Alhamdulillah 2019 ikut tes dan dinyatakan lolos,’’ ungkapnya. Pada 2021, ia diangkat di SMPN 2 Gudo. ’’Selama di Ploso, saya masih mengajar di SMPN Satu Atap Jipurapah.

Baca Juga: Profil Lengkap Pj Bupati Jombang Teguh Narutomo: Awali Karir Jadi Dosen Hingga Inspektur Khusus Kemendagri

Bedanya, sebelum 2012, diperbantukan, jadi dapat transport. Setelahnya saya bukan diperbantukan, tapi memenuhi jam mengajar. Jadi ke sana tidak dapat apa-apa. Tapi saya senang, di sana sangat berkesan sekali,’’ bebernya. (wen/jif)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *