Desakita.co – Potensi hasil bumi Wonosalam luar biasa. Selain dikenal dengan durian bidonya, wilayah yang terletak di lereng Gunung Anjasmoro ini juga memiliki komoditas buah unggulan lainnya, salah satunya salak pondoh.
Salak pondoh Wonosalam dikenal memiliki keunggulan rasa yang manis, segar dan daging yang tebal.
Pada 2021 diperkirakan luasan tanaman salak mencapai 50 hektare tersebar di sejumlah desa.
Salah satu pembudi daya salak pondoh adalah Wartoyo, 61. Warga Dusun Anjasmoro, Desa Jarak, Kecamatan Wonosalam sudah mulai membudidayakan salak pondoh sejak 1993.
”Dulu awalnya beberapa pohon, kemudian sekarang sudah ada sekitar 700 rumpun pohon di pekarangan rumah saya,’’ terangnya kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Dijelaskan, awalnya niat Wartoyo membudidayakan buah salak adalah untuk memanfaatkan lahan kosong di sekitar rumahnya.
Namun, tidak disangka tanaman salaknya terus berkembang dan produktif. ”Apalagi di dukung tanah yang subur sehingga hasil panen salak bisa maksimal,’’ tambahnya.
Dari total 700 pohon, semuanya adalah jenis salak pondoh. Salah satu keunggulan dari salak yang ditanam Wartoyo adalah ukuran buah dan daging yang lebih besar.
Soal rasa, salah pondoh Anjasmoro ini juga memiliki rasa yang segar dan manis. ”Mungkin didukung kondisi iklim di Anjasmoro, sehingga hasil buahnya bisa unggul,’’ jelas dia.
Untuk perawatan, Wartoyo cukup menyirami dengan air seminggu sekali. Ia terkadang juga membersihkan sisa pelepah dan bakal buah salak agar hasilnya maksimal.
”Ya, salah satu upaya untuk menghasilkan buah yang maksimal dan besar, itu pelepah yang ada di sekitar bonggol salak kita bersihkan, supaya terkena sinar matahari.
Selain itu, tunas atau bakal buah yang tidak produktif kita kurangi agar nutrisi yang didapat dari pohon juga maksimal,’’ tandasnya.
Untuk penggunaan pupuk, Wartoyo sengaja memanfaatkan pupuk kompos.
Menurutnya, selain menyuburkan tanaman, pemanfaatkan pupuk kompos juga irit ongkos dan ramah lingkungan.
”Untuk pupuk kami gunakan dari hasil kotoran kambing. Hasilnya lebih subur,’’ terangnya.
Selain perawatan yang mudah, budi daya salak juga cukup menguntungkan. Sebab, salak bisa berbuah dan dipanen sepanjang tahun.
”Ya, salak adalah tanaman tak kenal musim. Asalkan perawatan dilakukan dengan baik maka bisa dipanen sepanjang tahun,’’ tandasnya.
Sementara itu, dari hasil panen salak, Wartoyo mampu meraup omzet hingga jutaan rupiah per bulannya.
Apalagi harga salak di tingkat petani saat ini cukup tinggi.
”Saat ini harga salak naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 per kilogram (kg) dari petani,” ujar dia kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Dari total 700 pohon, Wartoyo bisa mendapatkan sekitar 5 kuintal salak per bulannya.
Dari hasil penjualan itu, ia bisa mendapatkan sekitar Rp 3.000.000 sampai Rp 4.000.000.
”Ya insya Allah sekitar Rp 3 jutaan lebih, tergantung hasil panen juga.
Karena dari 700 pohon tidak bisa dipanen langsung dalam satu bulan, jadi harus bertahap,’’ papar dia.
Ia megimbau, bagi pecinta salak yang ingin mendapatkan harga terjangkau dan daging lebih segar dapat membeli langsung ke petani.
Setiap hari banyak warga luar Wonosalam yang datang ke rumahnya untuk membeli salak pondoh langsung petik kebun.
”Ya kalau ingin buah lebih segar dan harga lebih terjangkau yang ke petani langsung. Pembelian juga tidak dibatasi, bisa 1 kilo, 2 kilo terserah pembeli,’’ papar bapak dua anak ini.
Selama ini, untuk pemasaran, Wartoyo lebih banyak menjual ke tengkulak yang ada di sekitar Jombang. Ada juga beberapa pelanggan dari Kabupaten Kediri yang mengambil salaknya.
”Untuk hasil diambil tengkulak ke rumah,” pungkasnya. (ang/naz/ang)