Desakita.co – Bagi Ari Kusmiyati SPd, pendidikan agama merupakan fondasi utama yang harus ditanamkan sejak dini pada anak.
Karenanya, Ia bertekad memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya. Menurutnya, agama merupakan dasar segala ilmu.
”Pondasi agama harus kuat, dengan cara memberikan pendidikan agama sebaik mungkin kepada anak,” ungkap ibu dari Athahiro Kaukaba Sampurno dan Arummaisha Hikaru Sampurno tersebut.
Wanita yang tinggal di Kelurahan Jombatan, Kecamatan Jombang ini berprinsip, agama adalah dasar segala ilmu.
Ia ingin anak-anaknya tidak hanya memahami agama, tapi juga mengimplementasikan kepada kehidupan sehari-harinya.
”Pendidikan agama sangat penting untuk pembentukan karakter anak,” bebernya.
Dalam mendidik anak-anaknya, Ari tidak ingin jadi orang tua yang egois.
Misalnya, sebagai ibu, ia ingin anaknya menimba ilmu di pondok pesantren. Tapi, ia tak lantas memaksakan kehendak itu kepada sang anak. ”Saya minta pertimbangan anak, saya menghargai keinginan dan cita-cita anak.
Katanya belum siap untuk mondok, dan siap mondok ketika SMA. Tapi, ilmu agama tetap jadi patokan kami dalam memilih sekolah untuk anak,” katanya.
Ketidakegoisan Ari dalam hal pendidikan dilakukan karena anak-anak yang akan menjalani proses pendidikan tersebut. Sehingga diupayakan di lembaga yang dapat membuat anaknya enjoy, dan selalu gembira dalam belajar.
”Kami berprinsip anak bukan milik kami, anak itu titipan. Jadi, pendidikan yang kami berikan harus yang terbaik, dengan memperhatikan apa yang diinginkan dan tidak egois,” jelasnya.
Tanggung jawabnya sebagai seorang ibu dan istri dipegang teguh. Ia terbiasa bangun dan menjalani aktivitas pukul 03.00.
Setelah ibadah, langsung bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan bekal untuk kedua buah hatinya.
Pukul 06.00, semua kegiatan sudah selesai, dan sudah siap menjalani aktivitas. Kedua anak berangkat sekolah, Ari berangkat mengajar, dan suaminya berangkat bekerja.
”Saya harus memastikan semua keluarga sudah sarapan sebelum beraktivitas, itu wajib meski sedikit,” katanya.
Pukul 16.00, ia mulai berkumpul lagi bersama keluarga. Ari memiliki bonding time dengan keluarga. Dengan cara salat Magrib dan Isya wajib berjamaah.
Setelah Magrib ngaji bersama, dan berbagi cerita setelahnya. ”Kami upayakan dari Magrib sampai Isya tidak ada HP. Kita berkumpul untuk berbagi cerita. Cerita apa pun dari hal-hal ringan semuanya diceritakan,” katanya.
Waktu itu menurutnya sangat berharga. Sebab, melalui kegiatan itu, ia bisa mengontrol anak, memberikan nasihat kepada anak, hingga menanamkan nilai keterbukaan dan kejujuran kepada anak.
Sejak anak-anaknya masih bayi, Ari terbiasa mengajak ngobrol. Seperti izin untuk berangkat mengajar atau izin untuk bertugas ke luar kota. ”Bayi itu pintar, saya ingin membiasakan kepada anak untuk izin, dan tidak berbohong,” jelasnya.
Ari lebih suka menghabiskan waktu liburnya di rumah. Selain itu menjalankan kegiatan rutin seperti belanja ke pasar, kemudian disusun menggunakan food preparation dengan belajar di internet. Juga bersih-bersih rumah.
”Saya memang suka bersih-bersih, dan suka memasak, jadi belanja sekali seminggu, diatur dengan food preparation. Jadi, repot sehari untuk ringan seminggu,” jelasnya.
Ari tidak memberikan fasilitas smartphone untuk anak-anaknya.
”Menurut saya mereka belum butuh karena masih kelas 1 dan kelas 6 SD,” ungkapnya.
Namun, ia tetap memberikan kesempatan untuk bermain HP, hanya satu kali dalam seminggu, dengan durasi satu jam.
”Awal-awal ya marah. Tapi, saya berikan pengertian dan alasan alhamdulillah mereka menerima,” pungkasnya. (wen/naz/ang)