Desakita.co – Kerupuk bawang menjadi camilan yang banyak digemari. Ada banyak variannya.
Rasanya yang gurih dan lezat menjadikan camilan ini banyak diburu pembeli. Tak ayal banyak warga yang mengembangkannya menjadi usaha rumahan.
Salah satunya di Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang.
Di rumah Marwiyah di Dusun Mojo, terlihat ia sibuk membuat kerupuk bawang. Sebagian kerupuk yang masih setengah jadi tengah dijemur di depan rumah.
Ada yang masih berwarna putih, hingga sudah kekuningan. Aktivitas itu sudah dilakukan Marwiyah sejak beberapa bulan terakhir.
”Sebenarnya usaha ini punya Bu Nurus Sa’adah,” kata Marwiyah salah seorang perajin kerupuk bawang.
Dikatakan, dia menjadi salah satu pekerja yang setiap harinya memproduksi kerupuk bawang yang lebih akrab disebut warga di Dusun Mojo dengan nama kerupuk krumet.
”Mungkin karena buatnya harus dimetmet,” imbuh dia.
Sembari beraktivitas dikatakan, nama krumet lantaran saat proses produksi harus dicemet atau adonan ditekan menggunakan ibu jari.
Tujuannya supaya cemet atau pipih. ”Karena semua proses produksi masih manual,” tutur wanita berusia 56 tahun ini.
Dijelaskan, proses produksi kerupuk bawang yang dia buat, hampir sama dengan kerupuk pada umumnya.
Bahan utamanya dari tepung. Mulai dari tepung terigu, kanji, dan tepung beras dan bawang putih. ”Dan dikasih garam serta pakai STTP buat pengenyalnya,” ujar dia.
Setelah seluruh bahan siap, lanjut Marwiyah, bawang putih yang sudah diblender dijadikan satu menjadi adonan berwarna putih.
”Baru dibentuk kecil-kecil, lalu dimetmet pakai ibu jari,” tutur Marwiyah.
Adonan yang sudah pipih ditaruh pada tutup panci. Sebab, tahap selanjutnya harus dikukus selama 5 menit.
”Kemudian dijemur selama setengah hari, sebenarnya tergantung cuaca. Kalau mendung kadang dilanjut hari berikutnya,” tutur dia.
Proses penjemuran harus maksimal. Jika proses penjemuran tak maksimal, mempengaruhi kualitas kerupuk saat digoreng tidak bisa mengembang maksimal.
”Makanya kalau sudah jadi krecek begini sebelum digoreng dijemur lagi, biar kerupuknya makin renyah,” kata Marwiyah.
Sementara itu, pemasaran kerupuk bawang dari Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang masih mengandalkan mulut ke mulut.
Dalam sehari rata-rata memproduksi 5 kilogram kerupuk. Nurus Sa’adah perajin kerupuk bawang mengatakan, produksi kerupuk miliknya terbilang masih baru.
”Sejak 2001 saya buat di sini (Dusun Mojo), tapi belum sampai dijual. masih dikonsumsi sendiri,” kata Sa’adah.
Karena dinilai memiliki prospek menjanjikan, sehingga kerupuk bikinannya dijual. ”Jualnya juga masih seadanya,” imbuh dia.
Sebab dalam sehari produksi kerupuk miliknya rata-rata 5 kilogram dengan dibantu satu pekerja.
Maklum, sementara ini pemasaran masih mengandalkan dari mulut ke mulut. ”Jualnya juga masih krecek atau belum digoreng,” tutur Sa’adah.
Harga kerupuk buatannya terbilang ramah di kantong. Paling murah dibandrol Rp 10.000 per seperempat kilogram. Sementara setengah kilogramnya dihargai Rp 20.000.
”Untuk harga ke konsumen beda lagi,” kata Sa’adah sembari mengatakan paling jauh menjual ke Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. (fid/naz/ang)