Potensi

Desa Sumbernongko Jombang Ini Rutin Gelar Sedekah Desa Saat Bulan Selo, Ini Tujuannya

×

Desa Sumbernongko Jombang Ini Rutin Gelar Sedekah Desa Saat Bulan Selo, Ini Tujuannya

Sebarkan artikel ini
KOMPAK: Kades Sumbernongko Sumartono (kanan berkopiah hitam) bersama perangkat desa mengikuti sedekah desa di pendopo Balai Desa Sumbernongko, Selasa (14/5).

Desakita.co – Pemerintah desa (Pemdes) Sumbernongko, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang menggelar sedekah desa, Selasa (14/5).

Tradisi ini turun temurun dari leluhur yang dihelat setiap memasuki bulan Selo.

Kades Sumbernongko Sumartono mengatakan, sedekah desa merupakan agenda rutinan setiap tahun di semua dusun. Puncak acara berlangsung di pendopo balai desa setempat.

”Sedekah bumi ataupun sedekah desa ini rutin setiap tahun, dilaksanakan setiap bulan Selo,” katanya.

Desa Sumbernongko memiliki lima dusun. Meliputi Dusun Cangak, Candi, Sumbernongko, Nongko dan Dusun Mernungkidul.

Baca Juga: Lewat Dana Desa, Pembangunan Jalan Lingkungan di Desa Sentul Jombang Semakin Meningkat

”Di setiap dusun juga menyelenggarakan sedekah bumi di hari yang sama, tapi puncaknya fokus di balai desa,” imbuh dia.

Sampai sekarang, desa masih mempertahankan dan merawat tradisi leluhur tersebut. Jadwal pelaksanaan sedekah desa juga tidak diubah.

”Dilaksanakan setiap bulan Selo, tanggalnya tidak ditentukan,” ujar Sumartono.

Sehingga bulan Selo itu dijadikan tetenger masyarakat sebagai hajatan besar setiap tahun.

”Kalau tidak mengadakan masyarakat akan menuntut dan biasanya tanya, kapan sedekah desa,” tutur dia.

Tidak diketahui persis kenapa tradisi sedekah desa dilaksanakan setiap Selo.

”Yang jelas masuk awal Selo itu sejak dulu ada sedekah desa,” tambahnya.

Selama prosesi sedekah desa ini masyarakat membawa tumpeng ke balai desa. Dilanjutkan doa bersama.

Baca Juga: Dianggarkan dari BTT APBD 2024, Begini Wujud Huntara Warga Terdampak Longsor di Desa Sambirejo Jombang

”Tujuannya selain melanjutkan tradisi leluhur, juga sebagai uri-uri budaya. Agar masyarakat desa terhindar dari malapetaka, bencana dan jadi tolak balak,” ujar Sumartono.

Setelah doa selesai, tumpeng kemudian dimakan bersama.

Dilanjutkan dengan panggung hiburan tradisional. Kali ini, pemdes memilih pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

”Tahun-tahun sebelumnya hiburannya ludruk, tahun ini kita ubah wayang kulit. Biar masyarakat tidak bosan,” ujar dia.

Diharapkan, upaya pemdes untuk uri-uri budaya lokal itu berdampak signifikan kepada masyarakat.

Dengan adanya panggung hiburan itu ekonomi masyarakat juga secara tak langsung ikut terangkat. Warga ada yang berjualan dan sebagainya.

”Semoga masyarakat juga rukun, sehat dan diberi rezeki yang lancar serta terhindar dari musibah,” pungkasnya. (fid/bin/ang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *