Desakita.co – Kecamatan Wonosalam memiliki banyak pelaku usaha kreatif.
Salah satunya, Nur Hidayati, 42, warga Dusun Plumpung, Desa Galengdowo yang sukses mengembangkan usaha pembuatan jajanan tradisional opak jepit.
Ditambah campuran jahe dan wijen, membuat opak jepit bikinannya menyajikan aroma harum.
Bu Nur, sapaannya merintis usaha pembuatan jajanan tradisional opak jepit sejak 2013.
Ia mendapat ilmu membuat jajanan opak dari saudaranya yang tinggal di Malang.
”Kebetulan di kampung kami, banyak bahan-bahan pendukung seperti jahe dan wijen,” ujar dia.
Selain itu, di Dusun Plumpung juga banyak ibu-ibu rumah tangga yang bisa diberdayakan membantunya membuat jajanan opak.
”Awal kali membuat 2013. Saat itu pesanan belum banyak seperti sekarang. Alhamdulillah saat ini berkembang cepat,” tambahnya.
Opak jepit banyak diburu orang, terutama saat mendekati Lebaran.
Untuk membuat opak jepit, prosesnya tidak terlalu ribet.
Beberapa bahan yang perlu disiapkan seperti tepung tapioka, tepung terigu, gula dan telur.
Selain itu, Nur juga menambahkan campuran jahe dan wijen agar aroma yang dihasilkan lebih kuat. ”Bisa lebih gurih dimakan,” tambahnya.
Setelah semua bahan yang dibutuhkan siap, bahan-bahan diaduk dengan mesin pengaduk hingga halus.
”Kemudian kita panggang dengan jepit di atas kompor,” jelas dia.
Terakhir, Nur menggunakan sumpit untuk menggulung opak usai dipanggang.
”Kemudian opak kita keringkan sebelum kita kemas,” tandas ibu satu anak ini.
Sementara itu, jajanan opak jepit yang renyah dan gurih cocok dijadikan camilan di rumah, terlebih saat musim hujan. Selain cocok buat oleh-oleh, sebagian orang bahkan meliriknya untuk dijadikan souvenir saat acara hajatan.
Nur Hidayati mengakui, sejak musim hajatan, pesanan opak jepitnya meningkat drastis. ”Ya, kalau tidak musim hajatan, kita biasanya memproduksi sekitar 28 kilogram sehari. Namun sejak musim hajatan seperti ini bisa 40 kg lebih,” ujar dia kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Guru SDN Galengdowo 1 ini menjual opak jepitnya dalam beberapa kemasan. Misalnya, kemasan 200 gram dijual dengan harga Rp 8.500. Kemudian kemasan per 1 kg dijual Rp 38 ribu. ”Ada juga kemasan hajatan per 100 gram kita jual Rp 6 ribu,” imbuhnya. Selain itu, kelebihan camilan tradisional ini juga bisa bertahan lama. ”Bisa bertahan sampai berbulan-bulan masih renyah,” imbuhnya. (ang/naz/ang)