Asal-Usul

Menelusuri Jejak Sekolah Era Kolonial Belanda di Jombang: Ada ELS hingga Normaalschool Djombang

×

Menelusuri Jejak Sekolah Era Kolonial Belanda di Jombang: Ada ELS hingga Normaalschool Djombang

Sebarkan artikel ini
ELS 1948: Gedung sekolah ELS yang sekarang menjadi SMPN 2 Jombang. (dok. MLD)

Desakita.co – Sebagai konsekuensi diterapkannya politik etis, pemerintah kolonial mulai mendirikan bermacam-macam sekolah bagi warga pribumi.

Politik etis dikenal juga dengan politik balas budi, setelah mereka menjadikan Nusantara koloninya selama ratusan tahun.

Terlebih, melihat penderitaan rakyat akibat adanya program budidaya dan tanam paksa (Cultuurstelsel) sejak 1830 pasca Perang Diponegoro.

Pemerintah kolonial membagi sekolah menjadi tiga kategori. Sekolah umum meliputi ELS, MULO dan AMS. Sekolah golongan terdiri dari HIS, HIK, HJS, HCS dan HBS.

Sekolah agama di bawah pengelolaan lembaga di pesantren atau gereja. Di afdeling Jombang, juga dibangun beberapa sekolah dasar sesuai pembagian golongan dan sekolah mualimin di pesantren.

Namun, karena Jombang bukan kota besar atau ibu kota karesidenan, maka yang diutamakan awal hanya setingkat pendidikan dasar.

Yaitu IS (Inlandsche School, berbahasa daerah dan Melayu sebagai pengantar), HIS (Hollandsch-Indlandsche School, berpengantar bahasa Melayu dan Belanda), HCS (Hollandsch-Chineesche School, berpengantar bahasa Mandarin dan Belanda) dan ELS (Europeesche Lagere School, berpengantar bahasa Belanda) serta Normaalschool (sekolah calon guru).

Jadi tidak ada sekolah pendidikan menengah; HBS, MULO, AMS apalagi OSVIA (sekolah calon pamongpraja atau ambtenaar) di sini.

Setelah Asisten Residen (AR) Jombang dipisah dari AR Mojokerto pada awal 1881, mulailah dibangun beberapa infrastruktur.

Seperti jalur kereta api SS, penjara, kantor dan rumah dinas AR, stasiun, masjid, ruang pengadilan serta sekolah. Kemudian, sekolah yang pertama kali dibangun di Jombang namanya Europeesche Lagere School (ELS) pada 1893.

Sekolah tingkat dasar ini khusus hanya bagi siswa anak orang Belanda dan Eropa. Anak pribumi dari priyayi dan yang lolos tes penerimaan dapat bersekolah di ELS.

Karena bahasa pengantar sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Belanda.

Lokasi ELS Jombang berada di sebelah utara Alun alun Jombang yang sekarang menjadi SMPN 2 Jombang. “ELS Jombang dibangun berdasarkan Keputusan Gubernur (Governor Besluit) No. 14 tertanggal 10 April 1893. Yang melaksanakan pembangunan fisiknya adalah Dinas Pekerjaan Umum (BOW),” kata Tjahjana Indra Kusuma, pemerhati sejarah dan cagar budaya.

Lokasi sekolah ELS dipilih di lahan sebelah barat rumah dinas AR Jombang yang berdekatan dengan kompleks pemerintahan.

Konstruksi bangunan ELS Jombang berkapasitas 100 siswa sesuai peraturan saat itu. Luas bangunan utama 253 M2, bangunan pendukung 151 M2 sehingga total 404 M2 dengan memakai pondasi batu andesit. Kompleks ELS berdiri di atas lahan seluas 11.925 M2.

Selain ELS, didirikan pula sekolah dasar untuk anak orang Tionghoa bernama Hollandsch Chineesche School (HCS) di Jombang.

“Adanya HCS itu sebagai tanda, keberadaan komunitas warga Tionghoa di Jombang cukup layak dibangunkan sekolah dengan bahasa pengantar Mandarin dan Belanda yang khusus untuk orang Tionghoa,” tambahnya.

Jumlah warga etnis Tionghoanya di Jombang, dinilai mencukupi dan warga Tionghoa Jombang memegang peranan penting.

Mereka juga kooperatif dan bersedia bekerjasama, sehingga kebutuhan sekolah dasar untuk anak-anak, diakomodasi pemerintah kolonial.

Jejak eksistensi HCS Jombang setidaknya bisa ditemukan pada besluit/keputusan pembangunan ruang kelas tambahan pada 10 Mei 1911.

Pada Keputusan Dinas PU (Dienst Besluit) bernomor 7652/F itu, dilakukan penambahan dua ruang kelas di halaman HCS Jombang berukuran 8 m x 7 m.

Ruang tambahan itu terdiri dari bingkai rangka kayu dengan isian anyaman dinding bambu yang bertumpu pada pondasi dasar pasangan batu andesit.

Lokasi sekolah HCS berdasarkan peta tahun 1920-an dan 1945, berada di jalan raya utama; Heerenstraat (sekarang Jalan KH Wahid Hasyim).

Area ini memang masih termasuk pada kawasan Pecinan bagian selatan. Gedung HCS menempati area di sebelah utara Djombangsche Bank (Bank BRI Cabang Jombang saat ini).

Selain dua sekolah yang memakai bahasa pengantar Belanda bagi siswa warga Eropa dan Tionghoa itu, di Jombang juga dibangun sekolah untuk bumiputra.

Bagi anak warga biasa yang bukan bangsawan, bisa bersekolah di Inlandsche School (IS). Lokasi sekolah IS berada di sebelah barat Alun alun pojok utara, yang sekarang ditempati bangunan SDN Jombatan 3.

Siswa di IS hanya diajarkan kemampuan dasar baca, tulis dan hitung (calistung) saja. Di kalangan warga pribumi, sekolah IS disebut juga sekolah ongko loro (angka dua).

Sedangkan bagi anak bangsawan, pejabat sipil atau ambtenaar, tidak bersekolah di IS. Mereka masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS).

Lokasi bangunan HIS Jombang juga berada di sebelah barat Alun alun, namun yang ada di pojok selatan. Saat ini bekas area HIS Jombang ditempati SDN Jombatan.

Untuk memenuhi kebutuhan guru yang bisa mengajar di sekolah pribumi IS dan HIS, didirikan sekolah calon guru bernama Normaalschool Djombang.

Mulai dibuka pada 7 Oktober 1918 yang menempati area kompleks sekolah cukup luas di wilayah Jombatan (sekarang Jalan dr. Soetomo).

Pembangunan kelas-kelas tambahan secara bertahap selama beberapa tahun. Pada 21 Desember 1925, diberitakan di surat kabar De Indische Courant, biaya renovasi yang dihabiskan sebesar f 187.000 (gulden). Pada perkembangan selanjutnya menjadi Sekolah Guru Bantu (SGB) dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG).

Saat ini gedung bekas Normaalschool digunakan SMAN 3 Jombang sejak 1994 yang lalu. (riz/ang/ang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *