DesaKita.co – Warga Dusun Mutersari, Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Jombang berhasil memanfaatkan limbah dongkel alias akar jati menjadi kerajinan tangan bernilai tinggi.
Di tangan Sujoko, 42, dongkel pohon jati sanggup ia kreasikan menjadi aneka kerajinan tangan yang antik dan bernilai jual tinggi.
Di galeri kecilnya Dusun Mutersari, nampak sejumlah karya seni di pajang Sujoko.
Ada patung punakawan, patung Yesus, dan jenis hewan mitologi.
Jika dihitung, ada sekitar lima hingga tujuh karya ukiran di halaman rumah Sujoko.
Sujoko menceritakan, ia mulai menekui pembuatan kerajinan tangan dari dongkel kayu sudah sekitar lima tahun silam.
Sebelumnya, ia bekerja ikut rekannya di beberapa daerah.
”Kerjanya membuat patung juga tapi bahannya semen,” ujar dia.
Setelah memutuskan berhenti sebagai karyawan, Sujoko kemudian memberanikan diri untuk memulai usaha sendiri.
Awalnya, Sujoko sempat bingung memulai usahanya sendiri, namun setelah melihat banyaknya dongkel akar jati di hutan dekat rumahnya, ia terinspirasi untuk memanfaatkan menjadi kerajinan tangan.
”Ya saya mulai secara otodidak. Sampai sekarang terus membuat, kuncinya harus ulet dan konsisten,’’ tambahnya.
Sujoko memanfaatkan limbah akar kayu jati yang banyak ditemukan di hutan tempat tinggalnya berada.
Tak jarang, Sujoko berburu hingga ke wilayah desa lain Untuk mencari dongkel yang tua dan memiliki nilai estetika.
”Ya bahannya memang saya pilih dongkel jati karena lebih kuat mudah dicari di sini,’’ papar dia.
Untuk menyelesaikan satu produk kerajinan uniknya itu, membutuhkan waktu relatif lama.
Ukuran tinggi sekitar 60 cm dan diameter 15 cm, Sujoko membutuhkan waktu paling cepat sekitar dua minggu.
Semakin rumit pesanan ukiran patung, semakin lama pula waktu yang dibutuhkan.
”Ya tingkat kerumitan juga berpengaruh pada lama proses pengerjaan,’’ ujarnya.
Dikirim hingga Luar Kota
DALAM mempromosikan hasil karyanya, Sujoko lebih banyak mengandalkan promosi dari mulut ke mulut alias getok tular.
Meski sederhana, kini Sujoko sudah memiliki pelanggan hingga luar kota.
”Kalau pemasaran rata-rata dari mulut ke mulut. Misalnya ada orang beli, kemudian besoknya saudara, temannya juga ikut beli,” ujar dia kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Menurutnya, pelanggan yang datang karena penasaran dengan karya Sujoko lebih menghargai hasil kerja kerasnya.
Sedangkan, pembeli dari dunia maya kebanyakan menawar dengan harga yang tidak wajar.
”Ya ada juga pemasaran dengan medsos, tapi ada yang nawar jauh dari harga yang saya tetapkan,’’ papar dia.
Mendekati perayaan Natal, pelanggan asal luar kota beberapa ada yang pesan padanya pembuatan patung Yesus.
Patung Yesus dari ukiran kayu yang dibalut dengan pernis akan lebih estetik dibandingkan patung berbahan gips.
”Kalau akhir tahun seperti ini pesanan cenderung ke ukiran bentuk Yesus,” jelasnya.
Dalam memasarkan hasil karyanya, Sujoko mematok dengan tarif paling murah Rp 600 ribu hingga Rp 2,5 juta tergantung ukiran.
Semain rumit pembuatannya, semakin pula harganya.
”Pernah juga terjual Rp 2,5 juta karena bentuknya rumit dan ukurannya besar,’’ pungkasnya. (ang/naz/fid)