Desakita.co – Menjalani ibadah puasa Ramadan di New York tidak sama seperti di Indonesia.
Tidak ada masjid yang mengumandangkan azan setiap tiba waktu salat.
Mochammad Rizal, mahasiswa asal Jombang yang kuliah di Cornell University Amerika Serikat memantau waktu imsak dan waktu untuk berbuka melalui aplikasi.
’’Saya di New York state, kalau di Jawa Timur bukan di Surabaya, tapi di Malang,’’ kata warga Perum Griya Indah Jombang.
Ramadan di New York tidak semarak seperti di Indonesia.
Apalagi di sana menganut prinsip, agama adalah urusan masing-masing personal. Sehingga atmosfer Ramadan tidak seperti di Indonesia.
’’Tapi tidak sama sekali mengurangi indahnya ibadah puasa, apalagi kalau sedang berada di tengah-tengan komunitas muslim di New York,’’ ungkap mahasiswa S3 jurusan international nutrition tersebut.
Di New York, negara tidak terlalu ikut campur terhadap kepercayaan warganya.
Toleransi di sana sangat tinggi. Rizal yang ada mata kuliah saat salat Jumat, diberikan dispensasi untuk mengikuti salat Jumat. Dispensasi ketika datang waktu berbuka, tarawih.
Tidak ada intervensi, tidak ada persekusi dalam lingkungan yang homogen.
Baca Juga: Intip Profil Zulfikar Damam Ikhwanto: Sosok Aktivis, PNS, Pengusaha hingga Pengasuh Pondok di Jombang
Bahkan lingkungan kampus sudah mulai memberikan fasilitas untuk mahasiswa muslim.
Jika dulu mahasiswa muslim menjalani ibadah salat di lorong-lorong perpustakaan, atas inisiasi mahasiswa muslim, perpustakaan kini menyediakan tempat salat.
’’Salat di lorong-lorong kampus, atau di tempat yang tidak bersih seperti di pojok perpustakaan pun tidak akan terganggu, cuek aja, toleransinya sangat tinggi,’’ kata alumnus S1 Gizi Universitas Airlangga 2018 tersebut.
Saat ini New York sedang mengalami musim dingin atau winter. Membuat waktu puasa di sana lebih singkat, pukul 05.30 hingga 17.30 saja. Namun semakin hari semakin panjang waktu puasa.
Mendekati Lebaran, biasanya puasa pukul 05.00 hingga 19.30.
’’Awal puasa kita lebih singkat dari Indonesia. Tapi mendekati Lebaran bisa melampaui 14 jam, lebih lama dari Indonesia,’’ urai putra pasangan Iswan Winarto dan Anik Nadhifah tersebut.
Menjalani puasa saat ini menurutnya masih ringan. Karena cuaca dingin, paling hanya 3 derajat celcius dan paling dingin bisa mencapai -20 derajat celcius. Membuat tubuh tidak mengeluarkan keringat dan tidak merasa harus.
’’Justru ini patut waspada, meski tidak keluar keringat karena tidak lembab, cairan harus tetap tercukupi.
Baca Juga: Dr Hj Saadatul Athiyah MPd Sosok Wanita yang Utamakan Kedisipinan dalam Memimpin
Di sini kadang turun salju, kadang turun hujan,’’ papar alumnus MIN 1 Jombang, SMPN 1 Jombang dan SMAN 3 Jombang tersebut.
Di sekitar tempat tinggal Rizal, tidak ada masjid, tidak terdengar azan, apalagi bunyi suling seperti yang biasa terdengar di Jombang. Patokan waktu imsak, waktu salat, melalui aplikasi yang ada.
’’Di sini banyak metode yang digunakan, salah satu yang umum digunakan adalah islamic society of north america (ISNA),’’ ucap pria kelahiran 1 Desember 1996 ini.
Masjid paling dekat dengan tempat tinggalnya sekitar 10 kilometer.
Bisa ditempuh dengan perjalanan 15 menit. Namun, Rizal memilih tarawih di kampus bersama komunitas muslim. Biasanya, salat tarawih dilaksanakan di hallroom kampus yang biasa dipakai untuk salat jumat.
Selain tarawih, juga diadakan buka bersama dan salat Magrib berjamaah. ’’Setelah tarawih selesai ya sudah bubar ke urusan masing-masing, tidak ada tadarus atau apa seperti di Indonesia,’’ terangnya.
Yang menjadi berat saat menjalani Ramadan di New York, tidak ada budaya Ramadan seperti di Jombang. Tidak ada bazar takjil. Tidak ada makanan Indonesia yang mudah ditemukan. Juga tidak ada pernak-pernik khas Ramadan.
Baca Juga: Profil Andy Pratama Pegawai Perumdam Tirta Kencana Jombang yang Inovatif dan Berdedikasi Tinggi
Biasanya, hal seperti itu baru ada ketika menjelang Lebaran, yang dilakukan oleh komunitas muslim di Amerika.
Namun di beberapa rumah makan, masih menyediakan makanan untuk warga muslim yang menjalani puasa. ’’Di beberapa tempat saja, tidak semuanya, untuk makan sahur disediakan makanan lebih banyak,’’ ungkapnya.
Sebagai obat kangen, ada beberapa orang Indonesia yang setiap hari masak masakan Indonesia dan dijual melalui grup whatsapp. Seperti soto, lodeh dan lainnya.
Selain itu, di awal Ramadan lalu, ada Indonesian Night menyambut Ramadan dengan makanan-makanan khas Indonesia. Ada martabak, rujak, rendang, sate, es cendol dan lain-lain.
’’Saya lumayan jauh dari New York City, di sini tidak ada perbedaan antara bulan Ramadan dan tidak. Tapi di New York City beberapa waktu lalu, sempat melihat di sosial media, time square yang jadi ikon pusat kota New York jalanannya dijadikan tempat tarawih bersama,’’ urainya. (wen/jif)