Desakita.co – Wanita harus mampu berdiri di atas kaki sendiri, begitu kata Retno Dyah Winarti SPd MMPd.
Perempuan yang juga aktif sebagai pengawas SD di Wilayah Kerja Pendidikan Kecamatan Kabuh sejak kecil dididik menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri oleh kedua orang tuanya.
”Saya menjadi wanita mandiri dan tangguh karena didikan ibu,” kata Retno kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Retno merupakan anak daerah asli Jombang, tepatnya dari Kecamatan Kabuh.
Perempuan kelahiran 5 mei 1969 ini memulai pendidikan sekolah dasar di SDN Karangpakis 1 Kabuh, kemudian lanjut di SMPN 1 Ploso, setelah itu lanjut ke SPG (sekolah pendidikan guru) Jombang yang kini menjadi SMAN 3 Jombang.
Lulus SPG, Retno mengambil kuliah D2 Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia di IKIP Negeri Surabaya.
Setelah lulus, Retno sempat mendaftar CPNS, namun saat itu belum beruntung dan disarankan untuk kuliah S1.
Karena tak ingin lanjut dan tak mendapatkan izin untuk lanjut S2, ia memutuskan untuk ikut sang kakak ke Jakarta.
Dua tahun merantau, Retno pulang ketika sang ayah sakit. Ia kemudian memanfaatkan ijazah SPG-nya dengan menjadi GTT di SDN Manduro 1.
Setahun mengajar 1993, ia kembali mendaftar CPNS dan berhasil. SK pertamanya diterima tahun 1994, dan ditempatkan di SDN Manduro 1 Kabuh.
SDN Manduro 1 Kabuh menurutnya adalah tempat yang tepat untuk belajar menjadi guru.
Sebab, di sana ia belajar banyak hal baik dari lingungan sekolah, belajar dari siswa-siswanya, hingga belajar bahasa Madura sebagai bahasa yang dipakai sehari-hari.
”SDN Manduro 1 itu beda dari yang lain, anak-anaknya sangat mandiri, karena sejak dini hari sudah ditinggal orang tuanya ke hutan untuk cari kayu bakar, jadi jarang sarapan pagi di rumah. Kalau mau lomba ke kota, mampir dulu ke rumah saya, saya ajak sarapan seadanya,” katanya.
Setelah sekitar 10 tahun bertugas di SDN Manduro 1 Kabuh, pada 2002 ia dimutasikan tugas ke SDN Sumberingin Kabuh.
Pada 2010 ketika menjadi guru, ia ikut tes calon kepala sekolah, ia lulus dan dilantik pertama kali di SDN Munungkerep 3 Kecamatan Kabuh.
”SD-nya di tengah hutan, siswanya juga hanya 20 anak saat itu, bagi saya tidak apa-apa dan dianggap sebagai latihan,” katanya.
Di saat yang sama, Retno juga melanjutkan pendidikan S1-nya di STKIP PGRI Jombang atau yang kini bernama Universitas PGRI Jombang Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia dan lulus 1997.
Pada 2012 ia dimutasikan tugas ke SDN Kedungjati 1 Kecamatan Kabuh, dan di tahun yang sama, ia juga lulus S2 dari STIE Indonesia Malang.
Pada 2016 saat masih menjadi kepala SDN Kedungjati 1, ia mendaftar dan ikut tes pengawas dan lolos. Namun tak langsung dilantik. 2019 ia dipindahkan ke SDN Karangpakis 1.
”Saya baru dilantik 2022, SK pengawas di Diwek, tapi rangkap tugas di Kecamatan Jombang,” kata ketua Dharma Wanita SMPN 3 Jombang tersebut.
Pada 2023, ia baru ditempatkan tugas di Kecamatan Kabuh juga rangkap di Kecamatan Tembelang. ”Maret 2024 ia full di kabuh sampai sekarang,” imbuhnya.
Menurutnya, penting bagi wanita untuk mandiri. Retno menceritakan, sang ibu dulu adalah seorang guru. Minimnya gaji guru saat itu dan harus mengasuh empat anak, akhirnya sang ibu dengan berat hati memutuskan berhenti mengajar.
”1993 setelah bapak meninggal, ibu menyesali, andaikan dulu masih jadi guru, pasti saat itu masih berpenghasilan,” jelasnya.
Namun tak terpuruk dalam penyesalan, sang ibu bangkit dengan membuka toko peracangan. Kegigihan ibunya itu menjadi motivasi bagi Retno.
Profesi ibunya yang dikorbankan demi anak-anak membuat ibunya begitu menginginkan kedua anak perempuannya menjadi guru. ”Termasuk saya sekolah SPG, saya jadi guru saat ini untuk meneruskan cita-cita ibu,” tegasnya.
Sebagai wanita, Retno tidak mau hanya berpangku tangan kepada suami. Ia bersyukur menikah dengan Eko Sisprihantono SPd, yang juga sama-sama berprofesi sebagai guru.
Saat ini suaminya juga menjabat kepala SMPN 3 Jombang.
Baca Juga: Intip Profil Sunarsih Atlet Softball Nasional yang Kini Jadi Guru di SMPN Sumobito Jombang
”Saya tidak mau jadi istri yang hanya bisa minta uang ke suami, bahkan dulu saya pernah punya prinsip tidak mau menikah sebelum punya penghasilan, akhirnya terjadi, saya menikah 1995 setelah diangkat di SDN Manduro 1,” jelas
Retno mengaku senang menjadi guru. Menurutnya guru merupakan profesi yang menyenangkan. Banyak kebahagiaan yang ia didapatkannya di kelas saat mengajar.
Baca Juga: Profil Soeharto Ketua PMI Kabupaten Jombang: Perintis Berdirinya PMI Jombang, Aktif Sejak 1980
Mendedikasikan diri sebagai seorang pendidik, konsekuensinya, Retno harus pandai mengatur waktu. Untuk merawat kedua anaknya, Dio Akbar Rizky Dyantono dan Desilva Kentvania Putri Dyantono.
”Ya harus bekerja sama dengan ayahnya, pagi saya yang masak untuk anak-anak, dan ayahnya yang mengantar sekolah,” katanya. Kebiasaan itu masih dilakukan sampai sekarang, pagi ia selalu masak untuk sarapan dan bekal anak-anak.
Jaga Kebugaran Tubuh dengan Olahraga
MEMASUKI usia 55 tahun, Retno masih sehat dan bugar. Salah satunya kebiasaan retno yang rajin berolahraga.
Menurutnya olahraga tidak hanya menyehatkan tapi juga menyenangkan.
”Saya dulu aktif ikut senam bersama ibu-ibu, sekarang sudah tidak pernah karena waktunya tidak ada,” kata Retno.
Retno menjadi salah satu pemain andalan di cabang olahraga bola voli, bulu tangkis, dan tenis meja.
”Bahkan ketika di IKIP Negeri Surabaya dulu, saya mengambil jurusan pendidikan olahraga. Tapi karena tidak lolos seleksi pendidikan olahraga, kemudian ambil jurusan Bahasa Indonesia,” ungkapnya.
Ketika ada kegiatan olahraga di sekolah atau wilker, ia selalu dilibatkan.
Sedangkan sekarang, olahraga hanya dilakukan ketika mengisi waktu senggangnya.
”Sekarang ya kalau pengen saja tenis meja atau bulu tangkis sama anak-anak,” katanya.
Selain rutin berolahraga, Retno juga memperhatikan pola makan. Ia tak terlalu banyak pantangan. Yang terpenting seimbang antara lauk, sayur dan buah.
”Yang lebih ke mengkonsumsi minuman herbal seperti jahe, kunyit, sereh, dan madu itu pak Eko, saya kadang ya ikut minum kalau lagi bikinkan,” ungkapnya.
Retno banyak aktif dalam organisasi. Ia menjadi pengurus Dharma Wanita Persatuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang di bidang pendidikan.
Ia juga pengurus PGRI Kecamatan Kabuh, anggota kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS), juga sebagai badan pengawas koperasi guru Kecamatan Kabuh serta anggota pengajian di lingkungan tempat tinggalnya, Dusun Grobogan, Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh.
Padatnya kegiatan dan pekerjaan yang harus ia jalani setiap hari, membuatnya tak punya banyak waktu untuk bersantai. Kadang waktu liburnya dimanfaatkan untuk kegiatan rumah tangga.
”Weekend paling ya bersih-bersih, kalau pengen jalan-jalan ya bersama keluarga, healing di sekitar Jawa Timur saja,” pungkasnya. (wen/naz)