DesaKita.co – Nama M Sholahuddin SH MH mungkin sudah tak asing lagi di dunia hukum dan advokat Jombang.
Namun siapa sangka jika pria yang kini menjadi advokat handal, mediator hingga dosen ini dulunya bercita-cita jadi dokter.
Sholahuddin atau Cak Udin sapaan akrabnya, kelahiran Desa Mojokrapak, Kecamatan Tembelang, Jombang.
Anak pertama dari pasangan M Ghozi dan Musrifah ini, sejak kecil tumbuh di keluarga berlatar belakang guru nan agamis.
’’Bapak saya PNS guru MI, ibu saya ibu rumah tangga. Sejak kecil memang doktrin agama kuat, saat SD bahkan sekolah harus nggaro di SDN Mojokrapak dan MI Madinatul Ulum,’’ terangnya.
Udin kemudian melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Tembelang dan SMAN 1 Jombang mengambil jurusan biologi.
Ia mengaku sengaja mengambil jurusan biologi karena sangat ingin menjadi dokter.
Baca Juga: Buntut Banjir di Kesamben Jombang, Tanam Padi di Desa Kedungmlati Mundur
’’Dokter itu sangat mulia, karena membantu orang dan dia punya peran penting menjaga kehidupan orang. Tapi ya karena tidak ada biaya, orang tua tidak sanggup,’’ ungkap bapak tiga anak ini.
Ia sempat mencoba meneruskan pendidikan di Politeknik Universitas Brawijaya Jurusan Teknik Mesin 1996.
Sembari kuliah jurusan hukum di Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma).
’’Di Unisma itu karena bapak ingin anaknya sarjana. Di Poltek waktu itu cuma D3, ternyata saya sangat nyaman di dunia sosial, di dunia hukum, hingga semester empat saya fokus di Unisma, dan meninggalkan pendidikan di Poltek,’’ terangnya.
Sadar berasal dari keluarga yang pas-pasan, Udin harus nyambi berjualan selama kuliah. Mulai berjualan bunga, hingga perkakas dan peralatan lain untuk menambah uang saku.
’’Saya juga sempat ikut mengajar waktu itu, di salah satu MA di wilayah Kepanjen, Malang di akhir masa kuliah,’’ ucap suami Zeni Sri Ita ini.
Kegigihannya berbuah manis. Berkat ketekunan dan semangat belajarnya yang tinggi, Udin berhasil meraih cumlaude bahkan jadi lulusan terbaik Unisma tahun 2000.
Ia mengaku sangat bangga bisa membuat kedua orang tuanya naik panggung wisuda kala itu.
’’Namun empat bulan setelahnya, ibu saya sakit dan saya harus kembali ke Jombang untuk merawat ibu saya sebelum akhirnya meninggal dunia empat bulan kemudian,’’ bebernya.
Setelah itu, Sholahuddin sempat menjadi wartawan di Majalah Demonstran tahun 2001.
Sebelum akhirnya ikut dalam kegiatan perlindungan perempuan dan anak juga mendirikan Womens Crisis Center (WCC) Jombang.
Hingga di tahun 2005, ia memutuskan menggunakan gelar sarjana hukumnya untuk memulai karirnya di dunia advokat.
Mengawali karirnya di organisasi KAI, Sholahuddin baru bisa ikut sumpah advokat pada 2010 setelah memutuskan masuk Peradi.
Baca Juga: Tingkatkan Pelayanan, Desa Tanggungan Jombang Realisasikan Pembangunan Pendopo Kantor Desa
’’Sebenarnya advokat itu pelarian saya, selain melanjutkan tugas di dunia perlindungan perempuan dan anak, khususnya di bidang pendampingan hukum. Karena di lembaga biasanya cuma pendampingan saja, tanpa ikut proses hukumnya,’’ urainya.
Sholahuddin hingga kini masih aktif sebagai advokat dan lembaga pendampingan perempuan dan anak. Ia juga sering jadi mediator dalam berbagai kasus hukum.
Sejak 2021, ia juga mulai menjadi dosen di Universtitas Mayjend Sungkono Mojokerto, mengajar mata kuliah hukum. Ia juga mendirikan lembaga bantuan hukum (LBH) sendiri, yakni firma hukum Sholah & Partners.
’’Intinya, semua kegiatan ini juga bentuk bisa bermanfaat dan menolong masyarakat meski tidak jadi dokter,’’ tandasnya. (riz/jif)