Desakita.co – Berada di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadikan suhu udara di wilayah Kecamatan Wonosalam Jombang sangat cocok untuk budi daya jamur tiram.
Tak ayal jamur tiram yang dihasilkan dari wilayah yang terletak di lereng Gunung Anjasmoro ini lebih besar dan fresh.
Seperti yang terlihat di rumah Beltsazar Rahimsa Ady Adma, 23.
Pemuda yang tinggal di Dusun Wonotirto, Desa Wonomerto, Kecamatan Wonosalam ini sukses mengembangkan usaha budi daya jamur tiram.
”Awalnya saya berkunjung ke Ngantang, Malang sekitar tahun 2020. Dari segi suhu dan iklim di Wonosalam mendukung, akhirnya saya mulai budi daya sendiri,” ujar dia kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Melihat prospek usaha budi daya jamur cukup menjanjikan, Beltsazar langsung merealisasikan idenya membudidayakan jamur tiram di rumah.
Di awal, ia memutuskan membuat 2.000 baglog tempat untuk meletakkan bibit jamur tiram.
Pertimbangannya, lebih banyak bibit yang ditanam maka hasil yang dipanen semakin banyak.
”Agar tidak rugi saat mengeluarkan biaya perawatan juga,” tambahnya.
Untuk membuat baglog, Beltsazar tidak perlu bingung.
Pasalnya, bahan-bahan yang dibutuhkan melimpah dan mudah dicari.
Bahan utama baglog dari campuran serbuk kayu, katul, dan kapur.
Baglog kemudian dibungkus dengan plastik dan dilubangi.
Selain itu, semua baglog juga dikukus selama enam jam.
”Setelah itu kita taruh bibit jamurnya,” papar dia.
Dia pun menyiapakn rak khusus untuk menempatkan baglog.
Setelah menunggu sekitar 1,5 bulan, jamur tiram siap dipanen.
Jumlah panen yang dihasilkan juga tergantung dari jumlah baglog yang dimiliki.
Dalam sekali panen, setiap harinya ia bisa menghasilkan sekitar 15 Kg jamur.
”Kalau untuk perawatan lebih mudah, tinggal disiram air setiap hari. Kemudian kita berikan nutrisi setiap 1 bulan sekali baik jenis organik maupun anorganik,” tandasnya.
Jamur tiram Wonosalam dikenal memiliki daging yang lebih fresh, besar dan kekar.
”Mungkin pengaruh iklim dan suhu di sini. Jamur kan suka dengan tempat lembab atau suhu dingin. Sehingga hasilnya lebih unggul,” imbuhnya.
Melihat usahanya berkembang, Beltsazar mengaku lebih bersemangat.
”Akhirnya saya kembangkan lagi dan lagi,” singkatnya.
Sejak mulai membudidayakan jamur tiram 2020 lalu, kini Beltsazar berhasil mengajak 10 warga membudidayakan jamur.
Perekonomian warga juga ikut terdongkrak.
Budi daya jamur tiram tak butuh tempat yang mahal.
Ruang kosong di rumah hingga halaman dan pekarangan bisa dimanfaatkan untuk tempat membudidayaan jamur.
”Sekarang sudah ada 10 warga yang ikut membudidayakan jamur,” ujar dia.
Beltsazar menyediakan baglog, kemudian warga membudidayakan sendiri dan menjual hasil panen kepadanya.
”Setiap hari mereka setor hasil panen ke saya,” tambahnya.
Untuk pemasaran, Beltsazar mengaku tak kesulitan.
Pemasaran jamur di pasar cukup mudah.
Permintaan juga tinggi bahkan terkadang ada pengepul yang mengambil di rumahnya.
”Selama ini pemasaran saya jual ke pasar. Ada juga yang diambil pengepul dengan harga Rp 12 ribu per kilogram,” tandasnya. (ang/naz/ang)