Desakita.co – Kecamatan Wonosalam memiliki potensi peternakan yang sangat produktif salah satunya kelinci pedaging.
Salah satu warga yang sukses membudiyakan kelinci pedaging adalah Achmad Bakri, 36, warga Dusun Pucangrejo, Desa/Kecamatan Wonosalam.
Meski terhitung masih baru, usaha ternak kelinci yang ia tekuni terus berkembang.
Kini usaha ternaknya banyak menghasilkan pundi-pundi rupiah.
”Saya mulai membudidayakan kelinci sejak 2021,” terang Bakri, saat ditemui Jawa Pos Radar Jombang di rumahnya.
Semua kelinci yang ia budi dayakan adalah kelinci jenis pedaging.
Di antaranya jenis Hyla, Hycole dan New Zealand.
Selain perawatannya mudah, ketiga jenis kelinci pedaging ini banyak diminati pembeli di pasaran.
”Kita cukup fokus memberi makan dua kali sehari, yakni pagi dan sore. Pakannya bisa rerumputan dan pelet,’’ tambahnya.
Untuk kandang kelinci, Bakri membuatnya dari bahan kayu dan bambu.
Bentuknya pun cukup sederhana dan disekat membentuk kotak-kotak untuk memisahkan kelinci.
Hanya saja, kandang kelinci miliknya ia modifikasi dengan menambahkan saluran buang urine kelinci dari pipa paralon yang terintegrasi antara kandang satu dengan yang lain.
Dengan begitu, seluruh cairan urine kelinci bisa tertampung dalam wadah khusus.
”Sehingga hanya membersihkan sisa-sisa pakan dan kotoran kelinci yang kering,’’ terangnya.
Kelinci sudah bisa dipanen setelah dipelihara rata-rata selama 2-3 bulan.
Bobot kelinci panen rata-rata sekitar 2,2 Kg per ekor.
Pada bobot tersebut, rasa daging kelinci sudah lezat dan teksturnya empuk.
”Kelinci yang terlalu muda atau terlalu tua akan menghasilkan daging yang kurang lezat,” imbuhnya.
Harga tiga jenis kelinci tersebut rata-rata sama.
Misalnya untuk indukan dijual Rp 450-600 ribu per ekor.
Sedangkan, anakan per pasangnya Rp 150 – Rp 200 ribu untuk usia dua bulan.
”Ada juga yang biasanya beli dengan sistem global dengan harga Rp 35 ribu sampai Rp 50 ribu per ekor dengan rentang usia 2 bulan,’’ pungkasnya
Diakui, tiga jenis kelinci pedaging yang ia budi dayakan kini cukup diminati pasar.
Tak hanya warga Jombang, pelanggannya juga banyak dari luar Jombang.
”Saya pemasaran selama ini menggunakan sistem online. Tapi alhamdulillah peminatnya cukup banyak,’’ jelas dia.
Olah Urine Kelinci Jadi Pupuk Cair Organik
SELAIN fokus mengembangbiakkan kelinci, Achmad Bakri juga memanfaatkan urine kelinci untuk diolah menjadi pupuk cair organik.
Meski awalnya dipakai sendiri, kini produknya itu banyak dilirik petani.
”Selain daging, kotoran kelinci bisa kita manfaatkan untuk pupuk,” ujar dia.
Dijelaskan, kotoran kelinci dapat langsung dijadikan pupuk organik tanaman.
Begitu juga urine kelinci bisa diolah menjadi pupuk cair organik dengan cara fermentasi.
”Bisa memanfaatkan bonggol pisang, bekas air cucian beras, air kelapa. Kemudian urine dan semua bahan-bahan itu dimasukkan drum dan dicampurkan dengan tetes tebu maupun EM4. Kita fermentasi selama 20 hari sampai 1 bulan,” jelas dia.
Awalnya, Bakri hanya menggunakan pupuk itu untuk digunakan sendiri.
Namun, lambat laun banyak petani setempat yang memesan padanya untuk dijadikan pupuk organik. Alhasil sumber penghasilannya pun bertambah.
”Kalau urine mentah Rp 2 ribu per liter. Kalau sudah fermetasi Rp 7.500–Rp 8 ribu per liter. Awalnya niat kita dipakai sendiri, tapi banyak petani yang minat,” jelas dia.
Dari total 13 ekor kelinci indukan di kandangnya, bisa menghasilkan rata-rata 25 liter setiap 4-5 hari sekali.
Dijelaskan, dampak positif memanfaatkan pupuk cair organik adalah tanaman lebih subur, kebal penyakit hingga meningkatkan unsur hara dalam tanah.
”Kalau untuk tanaman buah bisa lebih lebat dan jarang rontok,” pungkasnya. (ang/naz/ang)