Desakita.co – Banjir yang menggenangi ratusan hektare areal sawah petani di sejumlah kecamatan sudah surut.
Namun, petani mengaku merugi besar lantaran tanaman padi yang baru ditanam mati. Petani terpaksa mengeluarkan biaya lagi untuk mengganti tanaman serta membayar upah pekerja.
Petani juga waswas banjir susulan.
Seperti yang dialami Bani, petani di Dusun Sidowengku, Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben.
Setelah sekitar sepekan tanaman padi di lahan seluas 1.400 meter persegi miliknya terendam banjir, saat ini kondisi tanamannya mati sehingga harus tanam ulang.
”Sudah nggak ada yang selamat, mati semua,” kata Bani sembari menunjukkan tanaman padinya yang membusuk.
Meski berat, Bani mengaku tak punya pilihan lain selain harus melanjutkan bercocok tanam.
Pasalnya, ia mengandalkan sawah yang berada di samping Tol Mojokerto-Jombang untuk menghidupi keluarganya.
Untuk memulai tanam ulang, ia harus merogoh uang lagi untuk membeli bibit padi juga membayar upah pekerja. ”Ini beli bibit dari Sumobito, karena di sini sudah nggak ada lagi,” imbuh dia.
Satu ikat bibit padi ia beli dengan harga Rp 5.000 per ikat. Dia menaksir membutuhkan lebih dari 20 ikat.
”Kemarin sudah beli Rp 300 ribu buat tanam ulang, tapi hanya buat separo saja,” ujar Bani.
Dampak banjir membuat biaya operasional bertambah. Sebab, selain untuk kebutuhan bibit, juga ongkos tanam.
”Kalau borongan di sini Rp 230 ribu, sementara yang biasa Rp 40.000 per orang sampai pukul 10.000,” lanjut dia.
Belum kebutuhan pemupukan. Menurut dia, bakal semakin bertambah. Untungnya tanaman miliknya belum sampai pemupukan.
”Karena usianya kemarin masih satu minggu, yang lain beda lagi. Sudah ada yang mupuk, malah rugi dua kali,” ujar Bani.
Meski begitu, Bani mengaku masih waswas seandainya usai tanam ulang bakal kembali terendam.
”Mudah-mudahan setelah ini tidak sampai banjir lagi, tambah rugi besar,” kata Bani.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian (Disperta) Jombang M Rony mengatakan, hingga kini pihaknya masih melakukan pendataan luasan tanaman padi yang rusak.
”Yang jelas masih didata teman-teman di lapangan di tiga kecamatan, Kesamben, Peterongan, dan Tembelang,” kata Rony.
Menurut dia, langkah itu dilakukan sembari menunggu intensitas hujan turun. Sebab berdasarkan keterangan yang dia terima, cuaca ekstrem masih mengintai Jombang.
”Keterangan dari BMKG mulai 31 Januari sampai 5 Februari untuk Jombang masih cuaca ekstrem, khawatirnya hujan deras lagi sehingga data berubah, makanya kita ikuti sampai minggu depan sambil teman-teman juga mendata di lapangan,” ujar Rony.
Seperti diberitakan sebelumnya, luapan air dari Afvoer Watudakon dan Afvoer Kedungbajul merendam sedikitnya 180 hektare areal persawahan di Kecamatan Kesamben dan Kecamatan Peterongan.
Akibatnya, tanaman padi yang baru ditanam terancam mati alias harus tanam ulang.
Rinciannya, sekitar 130 haktare di Kecamatan Kesamben dan 50 hektare di Kecamatan Peterongan. Belakangan diketahui, puluhan hektare sawah di Kecamatan Tembelang juga tergenang banjir. (fid/naz/ang)