Desakita.co – Keilmuan para masyayikh Mesir yang dalam soal agama, membuat Muhamad Agil Al Hakim, warga Dusun Dempok, Desa Grogol, Kecamatan Diwek bersemangat untuk belajar di Mesir.
Setelah dua tahun belajar di Timur Tengah, Agil semakin kagum dengan negara yang ditinggalinya sekarang.
Salah satu yang bisa dipetik dari pengalamannya belajar di Mesir adalah ketika bulan Ramadan. Keikhlasan dan kedermawanan warga Mesir begitu membuatnya takjub.
Semua warga lokal berlomba-lomba menyediakan buka puasa gratis. ”Hal seperti itu tidak terhitung jumlahnya,” kata mahasiswa Universitas Al Azhar Fakultas Ushuluddin tersebut.
Meja-meja berjajar, mengajak siapa pun yang lewat untuk berbuka puasa di rumahnya. Warga lokal saling berlomba-lomba untuk mendatangkan tamu di tempatnya untuk berbuka puasa.
”Hal seperti ini tetap berjalan dan ramai walaupun sekarang negara Mesir sedang mengalami inflasi yang terus menerus. Hal-hal seperti ini yang membuat takjub,” ungkap pria kelahiran 2 April 2002 tersebut.
Agil memulai pendidikannya di MIPM Cukir lulus tahun 2014, kemudian ia melanjutkan di MTs MQ Tebuireng dan lulus tahun 2017.
Setelah itu, di MA MQ Tebuireng jurusan MAK lulus tahun 2020. Langkahnya memilih Mesir untuk belajar menurutnya adalah langkah yang sangat tepat.
Karena tingginya ilmu masyayikh Mesir, sejalan dengan cita-citanya yang ingin memperdalam dan memperluas ilmu keagamaan.
”Di Mesir banyak Syekh-syekh yang bisa kita timba ilmunya, sangat mudah untuk mengakses ilmu di sini,” jelas putra pasangan Akhmad Ainur Rofiq dan Khurrotul Aini itu.
Biaya hidup yang relatif murah jika dibandingkan dengan Indonesia merupakan salah satu nilai plus lainnya.
Apalagi lingkungan yang sangat mendukung untuk belajar, warga yang ramah utamanya kepada pelajar atau mahasiswa asing.
”Tidak enaknya yang pasti jauh dari keluarga, cuaca yang kontras dengan Indonesia, banyak anjing liar yang kalau pagi semakin galak.
Meski banyak warga yang ramah ada juga warga yang meresahkan, meski hanya segelintir saja,” jelas ketua organisasi Komunitas Ringin Contong di Mesir tersebut.
Agil tinggal di Madinatul Buuts Al Islamiyah, Daheer, Cairo, Mesir. Di sana, ia belajar banyak hal.
Termasuk manajemen waktu, dan memaksimalkan waktu yang ada untuk belajar selama di Mesir.
Keuntungan lainnya saat di Mesir adalah berjumpa dan belajar langsung dengan ulama yang sangat dalam keilmuannya.
”Di sini banyak pengalaman berharga. Belajar dengan ulama terkemuka dan dalam ilmunya bagi saya adalah pengalaman paling berharga.
Juga pengalaman tentang pendewasaan diri dalam menghadapi masalah, pengalaman kemandirian juga bagian dari belajar,” jelasnya.
Saat awal tiba di Mesir 2022 lalu, hal yang kontras ia rasakan adalah cuaca dan makanan.
Menurutnya cita rasa orang Mesir tidak seberagam orang Indonesia yang kuat rasa rempah-rempahnya. Di awal tinggal di Mesir lidahnya seakan menolak makanan-makanan Mesir.
Tapi lama kelamaan ia mulai bisa beradaptasi dengan cita rasa masakan Mesir yang khas.
Sementara dalam hal cuaca, sangat berbeda dengan Indonesia. Sebab, Mesir bukan negara tropis yang dilalui garis katulistiwa.
Suhu saat musim dingin antara 6-11 derajar celcius, sementara saat musim panas bisa mencapai 35-40 derajat celcius.
”Baik musim panas maupun dingin udara di Mesir kering bukan udara lembab,” ungkapnya.
Untuk bisa kuliah di Mesir, minimal harus memiliki bekal hafalan Alquran dua juz.
Kemampuan membaca Alquran dan memahami teks arab dan dapat berkomunikasi dengan bahasa Arab juga menjadi bekal yang tak kalah penting.
”Dulu awal saya mengikuti program pelatihan bahasa Arab sebagai persiapan masuk perkuliahan,” jelasnya.
Agil kuliah dengan beasiswa Nahdlatul Ulama, caranya dengan mengikuti informasi terbaru dari PBNU, sembari dengan menyiapkan materi yang akan diujikan.
”Biasanya nanti ada pengumuman seleksi dan penerimaannya, makanya harus mengikuti informasi terkini dari PBNU,” jelasnya.
Menurutnya, pendidikan di Al Azhar dengan di Indonesia sangat berbeda. Jika Indonesia menilai kehadiran menjadi salah satu syarat kelulusan, di Mesir tidak.
Di sana lebih mengedepankan kesadaran diri, tidak ada absensi untuk naik tingkat.
”Benar-benar murni dari hasil ujian, tidak ada remidi bagi yang hasilnya kurang baik saat ujian,” jelas pria yang hobi berenang, membaca, dan travelling ini.
Selain aktif kuliah, Agil juga aktif di berbagai kegiatan organisasi yaitu Tebuireng Center, ketua Komunitas Ringin Contong, Forum Delegasi Nahdlatul Ulama, Forum Pelajar Indonesia Buuts, dan Peserta Sekolah Diplomasi. (wen/naz/ang)