Desakita.co – Bulan suci Ramadan di Mesir jauh lebih meriah dibandingkan dengan Hari Raya Idul Fitrinya.
Berbeda dengan di Indonesia, usai saat Idul Fitri, tidak ada tradisi saling berkunjung ke rumah saudara.
Bahkan penduduk Mesir mengisi Idul Fitri dengan nonton bioskop.
Itu disampaikan Muhlashon Jalaluddin Lc MM, warga Pucangsimo Kecamatan Bandarkedungmulyo yang tinggal di Mesir sejak 1991.
’’Yang pasti, Ramadan di Mesir lebih meriah dibandingkan hari rayanya,’’ kata warga Jombang yang kini tinggal di Dokki – Giza – Mesir.
Persamaannya dengan Indonesia, banyak warga yang ziarah ke makam keluarga dan menabur bunga.
Juga ada budaya bertukar hadiah dengan istilah cake eid atau ka’ak eid (kue lebaran).
’’Sama seperti di Indonesia, warga dari kampung masih rajin bikin kue sendiri. Tapi orang kota umumnya membeli di supermarket atau di pasar yang sudah banyak tersedia,’’ jelasnya.
Perbedaan yang mencolok, di Indonesia usai salat Id banyak yang berkunjung ke rumah sanak saudara atau ke rumah orang yang lebih tua. Di Mesir, budaya itu tak semeriah di Indonesia.
Usai salat Id, warga Mesir kembali ke rumah bersama keluarga. Berjalan-jalan di taman, atau ke luar kota.
Sebagian orang juga memilih pergi ke bioskop untuk nonton film baru, yang biasanya realase pertama di hari raya. ’’Bahkan ada istilah ’’aflam el Id’’ (film-film hari raya),’’ ungkapnya.
Hari libur nasional Idul Fitri juga tidak lama. Maksimal hanya tiga hari.
Sehari sebelum hari raya, pas hari raya, dan sehari setelah hari raya. Berbeda dengan Hari Raya Idul Adha yang biasanya libur seminggu.
Sementara pada bulan Ramadan, masyarakat Mesir menyambut dengan penuh suka cita.
Mereka memasang hiasan di rumah, di jalan. Hiasan itu ada yang dari kertas maupun lampu-lampu yang dikenal dengan istilah vanus.
Stasiun TV dan radio juga memutar lagu-lagu menyambut Ramadan.
Termasuk lagu yang diciptakan sejak 1937 ’Wahawi ya Wahawi Iyyaha’. Juga lagu tahun 1943 ’Ramadhan Gaana’.
’’Lagu-lagu itu sampai sekarang sangat popular di kalangan anak-anak, remaja dan orang dewasa,’’ urai pria yang lahir di Jombang, 7 Mei 1968 dan suka baca serta traveling tersebut.
Ada penyajian takjil dan buka puasa gratis yang biasa disebut dengan Maidaturrahman di banyak tempat. Bukan hanya di masjid.
Tapi juga banyak yang memasang tenda sebulan penuh di pinggir jalan untuk menyiapkan buka puasa gratis tiap hari.
’’Serta ada budaya itikaf di 10 hari terakhir Ramadan,’’ bebernya. Ini sangat familier bagi warga Mesir.
’’Mereka menginap di masjid dan para dermawan menyaipkan makan sahur untuk mereka yang beritikaf,’’ ungkapnya. (wen/jif/ang)