Desakita.co – Istianah Nurcahyani, S.Pd., Gr. yang guru SMAN Ploso tidak akan pernah melupakan pengalamannya mengajar di wilayah 3T (Terpencil, Terluar, Tertinggal).
Ia mengaku banyak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman berharga saat berjuang mendidik anak-anak yang di wilayah 3T.
”Dulu saya terpilih setelah mengikuti seleksi bersama lebih dari 3 ribu peserta dari seluruh wilayah,” kata Istianah.
Saat masih duduk di bangku sekolah, Istianah merupakan siswa berprestasi.
Ia mengenyam pendidikan sekolah dasar di SDN Tampingmojo 2 Kecamatan Tembelang, lulus 2006, kemudian melanjutkan di SMPN 2 Jombang, lulus 2009 kemudian ke SMAN 2 Jombang dan lulus 2011.
Baca Juga: Punya Slogan Halo Prend, Ini Sosok Anas Burhani Ketua Komisi B DPRD Jombang
Lulus SMA, ia kuliah di Universitas Negeri Malang jurusan Bimbingan Konseling, lulus 2006. Setelah lulus kuliah, ia menjadi honorer di SMPN 2 Kabuh sebagai guru BK, hanya saja tidak lama, kurang lebih hanya satu bulan.
Ia kemudian mengikuti seleksi program SM3T (sarjana mendidik, di daerah terpencil, terluar tertinggal).
Dari tiga ribu peserta yang ikut seleksi, Istianah menjadi salah satu peserta yang dinyatakan lolos.
Ia kemudian mengajar di SMPN 5 Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh. Yang merupakan salah satu pulau kecil yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera.
Ia tertantang mengikuti program itu, karena sebagai seorang guru bimbingan konseling, ia ingin berkontribusi pada negara, dengan mengabdikan diri di wilayah 3T untuk meningkatkan semangat belajar anak-anak.
Menurutnya, semangat belajar anak di wilayah 3T saat itu sangat rendah.
Bagi mereka, pendidikan tidak penting karena setelah lulus SMA, profesi yang biasa dijalani di wilayah tersebut hanya sebagai nelayan.
Jika ingin kerja di bidang industri, maka harus menyebrang ke Pulau Sumatera agar mendapatkan pekerjaan lebih laik.
Baca Juga: Usung Tagline Aku Wongmu Bos, Ini Profil M Fauzan Anggota Komisi B DPRD Jombang
”Jadi prinsip mereka, buat apa sekolah tinggi-tinggi, karena pekerjaan hanya nelayan, karena pulau kecil dikelilingi laut,” katanya.
Kebiasaan dalam bersekolah juga berbeda dengan siswa kota. Pada tahun 2016-2017, di sana masih belum pakai sepatu ketika sekolah, bahkan lagu Indonesia Raya yang biasa dinyanyikan banyak intonasi yang kurang tepat.
”Akses internet terbatas, sehingga kemajuannya sangat lambat,” jelasnya.
Setelah menuntaskan tugasnya selama satu tahun di sana, ia mendapatkan beasiswa PPG di UM jurusan Bimbingan Konseling.
Pada 2019 ia lolos tes CPNS, dan ditempatkan di SMAN Ploso hingga sekarang.
Kini, Istianah juga mengikuti program guru pembimbing khusus (GPK) tingkat lanjut. Itu setelah ia berhasil menuntaskan GPK tingkat pemula tahun 2022, GPK keterampilan 2023 dan sekarang tingkat lanjut.
”Karena saya BK, awalnya memang karena tugas, tapi semakin ke sini saya semakin tertarik, dan banyak ilmu yang saya dapatkan melalui program ini,” jelasnya.
GPK dipersiapkan untuk membimbing anak berkebutuhan khusus (ABK) yang sekolah di sekolah umum.
”Sejauh ini program GPK yang masih saya ikuti, untuk guru penggerak belum,” katanya.
Sebagai guru BK, ia sering kali menjadi jujukan curhatan siswa.
Sebagai guru BK, ia tidak pernah memaksakan siswa untuk mencapai target lebih jauh dari kemampuannya.
Ia mengoptimalkan kemampuan siswa sesuai kemampuan masing-masing.
”Tidak perlu sama dengan ini atau itu, yang pasti mereka punya sisi terbaik versi dirinya sendiri, itu yang saya optimalkan. Yang penting proses dan tujuan tercapai,” jelasnya.
Luangkan Waktu 30 Menit untuk Olahraga
DI TENGAH aktivitasnya yang padat, dalam sehari, Istianah selalu meluangkan waktunya selama 30 menit untuk berolahraga.
Seperti aerobik atau sekadar jalan kaki di sekitar rumahnya.
Baca Juga: Intip Profil Kepala SMAN Kabuh Ba’i: Pimpin Dua Sekolah, Target Tingkatkan Mutu Pendidikan
”Setiap hari paling lama 30 menit, saya membiasakan olahraga. Karena usia juga semakin bertambah, jadi kesehatan harus selalu dijaga,” kata wanita kelahiran Jombang, 4 Mei 1993 tersebut.
Biasanya Istianah olahraga dengan panduan YouTube. Dengan begitu, ia tetap bisa tetap bugar, meski digempur dengan kegiatan yang padat, baik mengajar, mengikuti banyak pelatihan, seminar, dan lain sebagainya.
Tidak hanya itu, Istianah juga memperhatikan pola makan.
Ia memanfaatkan aplikasi yang memberikan layanan konsultasi dengan ahli gizi.
”Tidak semua saya lakukan, seperti anjurannya tidak boleh ngemil, tapi saya masih suka ngemil, tapi tidak berlebihan, itu saja,” jelas warga Perum Griya Idaman Asri 3 Desa Pesantren, Kecamatan Tembelang tersebut.
Sebagai seorang ibu, Istianah harus pandai memanage waktu. Sambil berangkat mengajar ke sekolah, ia sekalian mengantarkan anak semata wayangnya, Rahagi Makutha Truandaru ke sekolah yang juga di Ploso.
Begitu juga pulang sekolah jam 16.00, ia kembali menjemput.
Baca Juga: Intip Profil Kepala SMK Negeri 3 Jombang Khasanuddin: 25 Tahun Jadi Guru Matematika, Punya Komitmen Tingkatkan Kualitas Lulusan
Ia sengaja mencari sekolah fullday untuk anaknya.
Menurutnya, sekolah adalah tempat penitipan paling aman, karena di sana, tidak hanya ikut pembelajaran, tapi juga dengan mengaji, les dan hingga makan siang juga sudah dapat dari sekolah.
”Berangkat saya yang antar, pulang setelah mengajar, saya juga yang jemput, karena suami di Kediri,” pungkas istri Reza Arifta Triandaru. (wen/naz)